Menlu AS Minta Militer Myanmar Bebaskan Aung San Suu Kyi
AS menyatakan keprihatinan dan kekhawatiran besar atas laporan penahanan Suu Kyi
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken meminta para pemimpin militer Myanmar untuk membebaskan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan pemimpin lain yang ditahan. Pada Senin (1/2) dini hari, militer melakukan penggerebekan menangkap Suu Kyi, Presiden, dan tokoh senior lain dari partai berkuasa.
Blinken mengatakan, AS menyatakan keprihatinan dan kekhawatiran besar atas laporan penahanan pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil. Dia menyerukan untuk membebaskan para pemimpin Myanmar.
"Kami menyerukan kepada para pemimpin militer Burma untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil dan menghormati keinginan rakyat Burma seperti yang diungkapkan dalam pemilihan umum demokratis pada 8 November," ujar Blinken.
"Amerika Serikat mendukung rakyat Burma dalam aspirasi mereka untuk demokrasi, kebebasan, perdamaian, dan pembangunan. Militer harus segera membalikkan tindakan ini," ujarnya.
Presiden Joe Biden juga telah diberi pengarahan tentang kudeta militer Myanmar. AS mengecam tindakan tersebut.
Baca juga : Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi Ditangkap
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Suu Kyi (75 tahun) berkuasa setelah menang telak dalam pemilihan umum (pemilu) 2015. Dia menjabat pemimpin Myanmar sejak beberapa dekade tahanan rumah dalam perjuangan untuk demokrasi yang mengubahnya menjadi ikon internasional.
Reputasi internasionalnya rusak setelah ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri dari operasi militer ke pengungsian dari negara bagian Rakhine barat Myanmar pada 2017. Namun demikian, Suu Kyi tetap sangat populer di dalam negeri.
Militer, sebagai perancang konstitusi Myanmar 2008 memandang pihaknya sebagai penjaga persatuan nasional dan konstitusi. Militer telah mengabadikan peran permanen dirinya dalam sistem politik.
Dikenal sebagai Tatmadaw, militer Myanmar mendapat kuota 25 persen kursi parlemen yang tidak dipilih. Mereka mengontrol kementerian pertahanan, dalam negeri, dan perbatasan, memastikan kepentingan penting dalam politik.
Dalam pemilu November 2020, partai Suu Kyi menang telak lagi. Namun, militer menudingnya curang.
Militer menuduh adanya ketidaksesuaian seperti nama yang digandakan pada daftar pemungutan suara di sejumlah distrik. Pihaknya juga tidak senang dengan tanggapan komisi pemilu atas keluhannya.
Militer tidak mengatakan apakah penyimpangan cukup substansial untuk mengubah hasil pemilu. Keluhan ini serupa dengan yang dialami Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP), bekas partai berkuasa yang dibentuk oleh militer sebelum secara resmi menyerahkan kekuasaan pada 2011.
USDP, yang secara luas dilihat sebagai proxy militer, dipermalukan dalam pemilu. Partainya hanya memenangkan 33 dari 476 kursi yang tersedia.
Sementara itu, Suu Kyi memang belum mengomentari kemenangan partainya dalam pemilu, atau keluhan militer. Namun NLD mengatakan tuduhan militer itu tidak berdasar dan setiap kekurangan pemilu tidak akan mengubah hasil.
Dari lebih dari 90 partai yang memperebutkan pemungutan suara, setidaknya 17 telah mengeluhkan sebagian besar penyimpangan kecil dan semuanya kecuali USDP adalah partai yang lebih kecil. Pengamat pemilu mengatakan pemungutan suara itu tanpa penyimpangan besar. Komisi pemilihan pada Kamis mengatakan tidak ada kesalahan pada skala yang bisa berarti penipuan atau pemilihan yang didiskreditkan.