OJK: Nasabah Boleh Ajukan Keringanan Cicilan Secara Berulang
Pengajuan keringan cicilan bisa dilakukan hingga Maret 2022.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan para debitur dapat mengajukan keringanan cicilan atau restrukturisasi kredit secara berulang. Hal ini bisa dilakukan jika masih diperlukan, dengan tidak mengenakan biaya berlebihan kepada nasabah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pengajuan keringan cicilan bisa dilakukan hingga Maret 2022. “Kredit restrukturisasi bisa dilakukan berulang jika masih diperlukan,” ujarnya saat konferensi pers senin malam.
Berdasarkan data OJK, total kredit restrukturisasi kredit perbankan senilai Rp 971 triliun. Sedangkan restrukturisasi kredit industri keuangan non bank senilai Rp 240 triliun.
Adapun restrukturisasi kredit berupa penundaan pembayaran pokok dan bunga. Pemberian keringan cicilan kredit merupakan bagian dari paket kebijakan terpadu antara kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial, mikroprudensial, dan regulasi sektor keuangan.
Terdapat tujuh aturan fiskal di bidang perpajakan yang masuk dalam kebijakan terpadu.
Pertama, perpanjangan insentif perpajakan yang meliputi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh Pasal 22 Impor, dan PPh Pasal 25.
Kedua, perpanjangan insentif PPh final UMKM DTP. Ketiga, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
Keempat, perpanjangan insentif PPh final jasa konstruksi DTP atas P3-TGAI. Kelima, pemanfaatan fasilitas kawasan berikat (KB).
Keenam, pemanfaatan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Ketujuh, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Lalu, pemerintah juga memasukkan beberapa kebijakan bidang fiskal, seperti perpanjangan subsidi bunga untuk UMKM, perpanjangan keringanan biaya listrik, penyediaan fasilitas limbah, pengembangan kawasan industri, program padat karya, program food estate, dan skema risk sharing penjaminan kredit korporasi.
Dari sisi makroprudensial, beberapa kebijakan yang diatur terkait dengan rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM), kebijakan rasio intermediasi makroprudensial sektoral (RIMS), dan loan to value (LTV).