Warga Myanmar tak Tahu Ada Kudeta Militer
Saat tentara berada di jalan-jalan, sistem komunikasi termasuk internet diblokir
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Hampir semua warga di Myanmar tak tahu saat terjadi kudeta militer menjelang fajar pada Senin (1/2), hanya beberapa jam sebelum pertemuan pertama di parlemen negara itu.
Beberapa hari setelah ketegangan yang meningkat dengan pemerintah yang terpilih, militer mengumumkan keadaan darurat satu tahun dengan menahan Presiden Myanmar Win Myint, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, dan anggota lain dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa.
Militer Myanmar mengatakan melakukan intervensi karena "kecurangan pemilu" dalam pemilu 8 November, yang menghasilkan kemenangan telak bagi NLD yang berkuasa.
Seorang jurnalis lepas Kyaw Ye Lynn melaporkan dari Yangon kepada Anadolu Agency, usai berkeliling kota dan menanyakan reaksi warga. Saat tentara berada di jalan-jalan, sistem komunikasi termasuk internet diblokir sementara.
"Saya telah berkeliling kota sejak pagi hari, berbicara dengan supir taksi dan orang-orang yang berlalu-lalang. Banyak dari mereka tidak mengetahui kudeta militer. Mereka sedang dalam perjalanan untuk bekerja," kata Lynn dalam laporan yang dikirim kepada koresponden Anadolu Agency di Ankara.
“Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka menunggu di luar toko, menunggu atasan mereka datang dan membuka toko,” tambah dia.
“Tetapi bos mereka tidak muncul karena pemadaman sinyal komunikasi, yang terputus pada pukul 5 pagi waktu setempat hingga sekitar pukul 12 siang," tutur dia.
Dia mengatakan masyarakat berusaha mencari informasi tentang "kemungkinan kudeta militer". Lynn menerangkan hal pertama yang mereka perhatikan adalah pernyataan dari militer tentang kudeta tersebut serta pernyataan di halaman resmi NLD.
Win Htein, seorang anggota partai yang berkuasa, meminta masyarakat untuk turun ke jalan dan melawan kudeta tanpa kekerasan, namun versi palsu dari pernyataan tersebut beredar di media sosial dan menciptakan kebingungan.
"Orang-orang percaya pernyataan itu bisa dibuat-buat, upaya militer untuk memicu kerusuhan dan konfrontasi," kata Lynn.
Jurnalis itu mengungkapkan bahwa demonstrasi pro-militer juga dapat diselenggarakan untuk "merayakan kudeta."
"Militer telah menciptakan situasi di mana kelompok-kelompok pro-militer dan pro-NLD saling berhadapan. Tetapi pimpinan NLD secara konsisten menyerukan kepada masyarakat untuk tidak menanggapi dengan aksi kekerasan... tapi [bertindak] menurut hukum," ujar Lynn, saat menjelaskan perebutan kekuasaan di negara berpenduduk 55 juta orang itu.