Mengupas Riwayat Islam Masuk Nusantara
Islamisasi terjadi dalam waktu yang cukup lama.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan negara yang memiliki mayoritas Muslim terbesar. Namun, Islam bukanlah agama asli di Indonesia.
Islam masuk melalui berbagai cara. Ada empat teori yang dikenal sejak kita belajar di bangku sekolah, yaitu teori India (Gujarat), teori Arab (Makkah), teori Persia (Iran), dan teori China.
Proses penyebaran Islam dari keempat teori tersebut bisa melalui dakwah, perdagangan, atau pernikahan. Namun, nyatanya tidak sesederhana itu.
Ahli Arkeologi Universitas Indonesia Irmawati Marwoto mengatakan hal pertama yang perlu dilakukan adalah membedakan bagaimana saat Islam hadir di Indonesia dan menyebar di Indonesia. Jika berbicara Islam hadir di Indonesia, dari berbagai sumber, Islam sudah ada sejak lama. Misal, pada abad ke-7, ada berita China yang menyatakan permukiman orang Arab di pesisir Sumatra bagian barat.
“Ada bukti pada abad ke-11 nisan kerajaan Samudra Pasai tahun 1297. Diperkuat juga oleh naskah dari kerajaan Kediri yang ada pengaruh bahasa Arab,” kata Irma dalam gelar wicara Riwayat Masuknya Islam ke Nusantara di kanal Youtube Historia.ID.
Irma menambahkan kemungkinan Islam sudah masuk secara politis dan sudah datang dari berbagai wilayah. Pada abad ke-15, barulah ulama-ulama berdatangan.
Kalau di Jawa, pembuktiannya bisa dilihat dari para wali. Nisan para wali semuanya bukan gaya Indonesia. Bisa itu bergaya Persia atau India.
Terkait islamisasi di Indonesia, dia menjelaskan melalui perdagangan. Kemudian para pedagang mulai menetap seperti di situs Pekojan, Banten.
Biasanya setelah menetap mereka membangun masjid. Islamisasi terjadi dalam waktu yang cukup lama.
“Para pedagang ada juga yang akhirnya masuk ke dalam kerajaan. Karena pada saat itu semua raja berdagang. Awalnya, mereka bisa menjadi perantara tapi lama-lama ada kebutuhan untuk berpolitik dengan para pedagang Islam,” ujar dia.
Yang jelas, Irma tidak melihat penyebaran Islam di nusantara melalui peperangan. Mereka menyebarkan agama Islam melalui perdagangan dan perluasan wilayah.
Lain halnya dengan temuan Ahli Kajian Persia Universitas Indonesia, Bastian Zulyeno yang mengatakan ada bukti historis berasal dari tahun 915 Masehi. Buku yang berjudul Ajaib al-Hindi ditulis oleh nakhoda Bozorg Shahriyar Romahurmuzi menceritakan seorang pelaut tentang penganut Islam.
“Teknik penulisannya seperti investigasi. Jadi si Syahriar ini berkeliling dan dari pelaut dia minta diceritakan saat berlayar ke India. Ajaib al-Hindi artinya keajaiban di Pulau India. Ini cerita di tahun 800-an. Nah, ini bukti yang paling tua yang pernah saya dapatkan,” kata Bastian.
Adapun penggalan naskah tersebut, yakni “Maharaja Negeri Emas dan Zabaj memiliki kebiasaan unik, seluruh penganut agama Islam baik yang lokal maupun asing dan siapa pun yang datang dari luar wilayah kerajaan tidak berhak duduk di hadapan raja kecuali dengan cara duduk empat siku, penduduk lokal menyebut cara duduk seperti ini dengan ‘bersila’.”
Bahasa yang digunakan dalam buku itu adalah bahasa Arab dan bahasa Persia. Kata Zabaj dalam penggalan itu berarti kepulauan nusantara atau negeri emas.
“Yang menarik di sini sudah ada kosakata Melayu di karya ini dan disebutkan sudah ada Muslim lokal atau asing,” tambah dia.
Bukti lain yang ditemukan Bastian berasal dari buku Arrihlah karya Ibnu Batutah. Ibnu Batutah berlayar ke Kerajaan Samudra Pasai. Dalam bukunya, dia menyebut generasi kedua dari Kesultanan Samudra Pasai yang bernama Malik azh-Zhahir. Manuskrip ini juga menyebutkan sultan tersebut bermazhab syafi’i.
Berikut penggalan manuskripnya, “Adalah seorang Sultan Malik azh-Zhahir dari salah satu raja besar dan mulia bermazhab syafi’i. Taat, seorang pecinta ulama dan selalu menghadirkan mereka ke dalam majelis-majelis kajian agama dan dia adalah seorang yang sangat rendah diri. Berjalan bersama rakyatnya yang bermazhab syafi’i.”
Selain itu, Bastian juga mengomentari teori Gujarat (India). Jika dilihat dari sejarah Persia, Gujarat adalah tempat favorit orang-orang Persia melakukan eksodus. Ada tiga eksodus terbesar, yaitu saat Islam masuk, saat Mongol menaklukkan Persia, dan saat Dinasti Safawiyah masuk.
“Artinya apakah orang-orang Gujarat ini atau orang lain yang berangkat dari Gujarat yang datang ke nusantara. Akhirnya kita bisa berkesimpulan tidak penting dari mana asal orangnya, tapi siapa yang datang,” kata dia.
https://www.youtube.com/watch?v=VleSqB1-kM4