Bupati Terpilih Sabu Raijua Diduga Warga Amerika Serikat

Kedutaan AS menyatakan Sabu Raijua, Orient adalah warga negara AS.

ANTARA/RENO ESNIR
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar
Rep: Mimi Kartika Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati terpilih Sabu Raijua (Nusa Tenggara Timur) Orient Patriot Riwukore diduga berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS). Persoalan status kewarganegaraan Orient mencuat ketika Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sabu Raijua menerima surat jawaban Kedutaan AS yang menyatakan Orient adalah warga negara AS.

Baca Juga


Berdasarkan informasi dari Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar kepada Republika.co.id pada Selasa (2/2), Bawaslu Sabu Raijua mengirim surat kepada Kedutaan AS pada 15 September 2020. Surat itu perihal permohonan informasi data kewarganegaraan Orient, yang dikirimkan setelah Orient mendaftar sebagai salah satu pasangan calon bupati di KPU Sabu Raijua dan sebelum penetapan calon.

Bawaslu Sabu Raijua dalam suratnya menyebutkan, Orient pernah bersekolah, belajar, menikah dengan perempuan berkewarganegaraan Amerika, dan tinggal cukup lama di AS. Sebagai bahan pengecekan terhadap data Orient, Bawaslu Sabu Raijua melampirkan paspor dan KTP elektronik atau KTP-el milik Orient.

Namun, jawaban dari Kedutaan AS baru diterima Bawaslu Sabu Raijua pada awal Februari 2021. Dalam surat jawaban tertanggal 1 Februari 2021, Kedutaan AS menginformasikan, Orient Patriot Riwukore adalah benar warga negara Amerika.

Atas persoalan ini, kata Fritz, Bawaslu RI dan Bawaslu Sabu Raijua termasuk Bawaslu NTT masih saling berkoordinasi. Sebab, Orient Patriot Riwukore dan Thobias Uly telah ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati Sabu Raijua terpilih, dengan mengantongi suara terbanyak, yakni 48,3 persen atau 21.359 suara berdasarkan Sirekap KPU. 

Fritz mengatakan, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk menyikapi persoalan bupati terpilih yang berstatus warga negara asing ini. Pertama, dugaan pelanggaran pemalsuan surat yang diatur Pasal 184 juncto Pasal 181 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Pasal 181 mengatur sanksi bagi orang yang mengetahui surat palsu tetapi menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya, sementara Pasal 184 mengatur sanksi bagi orang yang menggunakan surat palsu sebagai syarat pencalonan. Pelaku diancam penjara 36 hingga 72 bulan dan denda Rp 36 juta hingga Rp 72 juta.

Kedua, lanjut Fritz, pelantikan calon kepala daerah terpilih dapat mengacu pada Pasal 164 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal itu menjelaskan sejumlah kondisi pelantikan calon terpilih, di antaranya calon terpilih tetap bisa dilantik meskipun sedang menjalani proses hukum.

Apabila sang calon terpilih berstatus sebagai terpidana, maka calon itu dilantik lalu langsung diberhentikan. Akan tetapi, Fritz mengatakan, kewenangan pelantikan berada di tangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). "Tapi kan soal pelantikan, itu adalah kewenangan Mendagri karena sudah ditetapkan dan tidak ada sengketa ke MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Fritz.

Fritz menambahkan, dalam UU Pilkada, tidak ada mekanisme khusus saat calon terpilih sudah tidak lagi memenuhi syarat. Berbeda dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dalam Pasal 426 untuk konteks pemilihan legislatif, ada ketentuan pergantian bagi calon yang tidak lagi memenuhi syarat dan penetepan KPU akan batal demi hukum.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, sedang mengecek status kewarganegaraan Orient Patriot Riwukore. "Lets me check," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Selasa.

 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler