Disdik Sumbar Siap Sesuaikan Aturan dengan SKB
Disdik Sumbar masih menantikan SKB yang sudah diumumkan Menteri Nadiem kemarin.
REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Barat Adib Alfikri mengatakan, pihaknya siap melakukan revisi aturan di sekolah sesuai dengan Surat Keputusan Bersama oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah. SKB ini menegaskan, sekolah negeri dilarang memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan pada seragam guru dan murid.
“Kami tinggal melakukan revisi mengenai apa saja yang selama ini tidak sesuai dengan SKB. Tentu kita pelajari dulu detail isi SKB itu,” kata Adib, Kamis (4/2).
Adib menyebut, Dinas Pendidikan Sumbar tidak akan kontra dengan SKB karena mereka pasti akan mematuhi instruksi dari pemerintah pusat. Sementara Disdik Sumbar masih menantikan SKB yang sudah diumumkan Menteri Nadiem kemarin.
Adib baru membaca melalui file yang tersebar di media sosial. Kalau sudah menerima surat dari Mendikbud, Disdik Sumbar, lanjut Adib, akan mempelajari dengan seksama dan melaporkan kepada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
“Tentu akan kami laporkan dulu kepada pimpinan sebelum menentukan sikap dari pemerintah provinsi,” ujar Adib.
Walau begitu, Adib berharap, SKB ini juga menghormati kearifan lokal di setiap daerah. Adib melihat, SKB yang dikeluarkan kemarin tidak tertuju untuk Sumbar semata. Tapi untuk seluruh daerah di Indonesia.
Yang dijalankan di Sumbar selama ini para murid terutama siswi mengenakan seragam lengkap dengan jilbab karena mengikuti kearifan lokal di Minangkabau yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Yang artinya adat Minang sejalan dengan agama Islam.
Meski begitu, menurut Adib, tidak pernah ada pemaksaan terhadap siswi non-Muslim agar juga harus memakai jilbab di sekolah. Adib mengakui, keluarnya SKB ini berangkar dari adanya protes dari salah satu siswi dan orang tua di SMK N 2 Padang karena keberatan menggunakan jilbab di sekolah.
Menurut Adib, masalah di SMK 2 sudah clear karena ada kesalahan dari salah satu oknum guru Bimbingan Konseling yang terkesan mewajibkan semua siswi termasuk non-Muslim juga memakai jilbab. Adib meluruskan, tidak ada aturan di Sumbae untuk memaksa siswi non-Muslim juga harus memakai jilbab. Siswi non-Muslim dipersilakan memilih mau menggunakan jilbab atau tidak.
“Tinggal sekarang kita bahas bagaimana untuk menerapkan kearifan lokal dan itupun tidak boleh ada pemaksaan bagi yang minoritas,” kata Adib menambahkan.
Adib menjelaskan walau di Sumbar atribut pakaian di sekolah identik dengan Islam, murni karena kearifan lokal. Menurut, hal ini yang salah dipahami sehingga ditarik kepada isu agama. Padahal menurut persoalan ini tak harus diseret kepada ranah agama.