Banjir Gempol Terjadi karena Penurunan Tanah

Saat ini penurunan tanah yang terjadi di sana diperkirakan lebih dari dua meter.

Antara/Umarul Faruq
Warga membersihkan puing-puing batang pohon yang hanyut dan tersangkut pilar jembatan di Sungai Kambeng Desa Kepulungan, Gempol, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (4/2/2021). Kegiatan tersebut untuk mengantisipasi sungai meluap akibat intensitas hujan yang tinggi yang bisa menyebabkan banjir bandang susulan.
Rep: Dadang Kurnia Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Plt Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim Yanuar Rachmadi mengungkapkan penyebab utama terjadinya banjir di Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Menurutnya, banjir yang kerap menggenangi desa-desa di Kecamatan Gempol setiap intensitas hujan tinggi tersebut, tiada lain karena terjadinya penurunan tanah.

Baca Juga


Yanuar mengungkapkan, penurunan tanah di desa-desa yang menjadi langganan banjir di Kecamatan Gempol tersebut terjadi mulai adanya peristiwa lumpur lapindo. Hingga saat ini penurunan tanah yang terjadi di sana diperkirakan lebih dari dua meter.

"Bukan masalah ruang terbuka. Masalahnya sekarang ini adanya penurunan tanah. Mulai lapindo terjadi itu penurunan tanah itu sangat tinggi. Hampir sudah dua meter lebih semenjak peristiwa Lapindo," ujar Yanuar di Surabaya, Kamis (4/2).

Yanuar melanjutakan, hingga saat ini pun, penurunan tahan di sana terus terjadi. Utamanya di esa Kepulungan dan Desa Karang Ploso. Banjir di Gempol, kata Yanuar, biasanya memang dipicu luapan air Kali Porong. Namun, kata dia, penyebab yang lebih dominan adalah karena terjadinya penurunan tanah.

"Luapan dari Kali Porong memang pemicunya. Tapi bukan luapan sungai saja. Yang lebih ini dominan itu adalah karena penurunan daripada tanah," ujar Yanuar.

Yanuar melanjutkan, sepanjang tidak dilakukan upaya-upaya dalam rangka mengurangi penurunan tanah, banjir di Gempol tidak akan bisa diatasi. Namun ddmikian, lanjut Yanuar, jika pun dilakukan upaya untuk meninggikan tanah di sana, akan sangat sulit. Selain itu, diperlukan biaya yang besar. Solusi yang paling memungkinkan menurutnya adalah relokasi.

"Salah satu cara yaitu relokasi. Tapi relokasi pun belum tentu semua mau. Di sana masih ada giat ekonomi. Jadi masyarakat hanya merasa banjir hanya bulan-bulan tertentu. Jadi masyarakat lebih memilih bertahan," kata Yanuar.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler