Pemda Diminta Sesuaikan Perda dengan SKB Seragam Sekolah
Kemendagri evaluasi perda berbau intoleransi produk pemerintah daerah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) segera menyesuaikan peraturan-peraturan daerah dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Penggunaan Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda. Sebab, ada sanksi bagi pemda yang tidak mematuhi aturan dalam SKB ini.
"Jika mungkin ada yang tidak sesuai untuk segera menyesuaikan. Saya juga mengingatkan bahwa terdapat sejumlah aturan-aturan yang dapat menjadi, dapat diberikan sanksi bagi pihak-pihak yang tidak sesuai dengan keputusan tiga menteri ini," ujar Tito dalam pengumuman SKB dikutip Youtube Kemendikbud RI, Kamis (4/2).
Kemendagri bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan SKB tersebut pada 3 Februari 2021. Tito mengatakan, tujuan penerbitan SKB tiga menteri, antara lain menjaga eksistensi Ideologi dan konsensus dasar bernegara. Yakni, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, pendidikan yang mencerminkan moderasi keagamaan dan toleransi atas keragaman agama, serta menjadi langkah bagi pemda untuk penyesuaian bagi peraturan yang ada.
Menurut Tito, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri telah ditugaskan untuk mengevaluasi dan mengkaji peraturan-peraturan daerah yang berbau intolerasi. Namun, sejak adanya putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terhadap Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, Kemendagri tidak dapat menganulir atau membatalkan perda yang dinilai intoleran atau berbau SARA.
"Saya sudah menugaskan kepada ada dirjen khusus, yaitu dirjen polpum untuk mengevaluasi dan mengkaji tentang peraturan-peraturan daerah yang mungkin berbau intoleransi," kata Tito.
Mendikbud Nadiem Makarim memaparkan enam poin keputusan utama yang diatur dalam SKB tiga menteri. Poin keempat mewajibkan pemda dan kepala daerah mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ditetapkan.
Poin kelima disebutkan, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur dan gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota apabila terjadi pelanggaran keputusan bersama ini. SKB tiga menteri hanya dikecualikan bagi Provinsi Aceh karena kekhususannya berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
"Jadi implikasi ini kalau ada peraturan-peraturan yang dilaksanakan oleh baik sekolah maupun pemerintah daerah yang melanggar keputusan ini dalam waktu 30 hari dicabut peraturan tersebut," kata Nadiem.
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam keputusan bersama tiga menteri adalah satu, keputusan bersama ini mengatur secara spesifik sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemda. Dua, peserta didik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dengan kekhususan agama.
Tiga, pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Empat, pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut kekhususan paling lambat 30 hari sejak keputusan bersama ditetapkan.
Lima, jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini maka akan diberikan sanksi kepada pihak yang melanggar. Pemda memberikan sanksi kepada sekolah, pendidik dan atau tenaga kependidikan; gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya
Tindaklanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Kemenag melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
Enam, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari keputusan bersama ini sesuai dengan kekhususan Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.