ICW Harap Hakim Vonis Maksimal Jaksa Pinangki
Terdakwa Pinangki Sina Malasari akan menjalani sidang pembacaan vonis pada hari ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, akan menggelar sidang putusan atau vonis kasus dugaan suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari, Senin (8/2) hari ini. Jelang sidang, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis maksimal yakni 20 tahun penjara kepada terdakwa Pinangki Sirna Malasari.
"Iya betul sidang dengan agenda putusan (hari ini)," ujar salah satu kuasa hukum Pinangki, Kresna Hutauruk saat dikonfirmasi, Senin (8/2).
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umun meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap Pinangki Sirna Malasari. Jaksa menilai, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung itu terbukti atas perkara suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan, " kata Jaksa Yanuar Utomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 11 Januari lalu.
Tak hanya pidana badan, Penuntut Umum juga meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Adapun, dalam menjatuhkan tuntutan Jaksa mempertimbangkan sejumlah.
Untuk hal yang memberatkan, Jaksa hanya mempertimbangkan status Pinangki sebagai aparat penegak hukum yang tak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sementara hal yang meringankan yakni Pinangki belum pernah dihukum. Pinangki juga dinilai menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. "Terdakwa juga mempunyai anak berusia 4 tahun," ucapnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis maksimal yakni 20 tahun penjara kepada terdakwa Pinangki Sirna Malasari.
"Jika Hakim menjatuhkan vonis ringan atau sekadar mengikuti tuntutan Jaksa, maka dapat dikatakan institusi kekuasaan kehakiman tidak serius dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, hal tersebut juga akan berimbas pada penurunan kepercayaan publik pada pengadilan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (8/2).
Menurut Kurnia, ada lima alasan yang mendasari argumentasi bahwa Pinangki harus diganjar dengan hukuman maksimal. Pertama, Pinangki Sirna Malasari merupakan penegak hukum yang harusnya meringkus Djoko Tjandra, namun yang terjadi justru sebaliknya, Pinangki justru mencari cara agar Djoko terbebas dari jerat hukum.
Kedua, lanjut Kurnia, Pinangki diduga melakukan tiga tindak pidana sekaligus, mulai dari penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang. Ketiga, tindakan Pinangki telah meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum.
Keempat, salah dua kejahatan Pinangki yakni dugaan penerimaan suap dan permufakatan jahat dilakukan dalam konteks penegakan hukum, yakni permohonan fatwa ke Mahkamah Agung. Tindakan ini mestinya dipandang serius, karena telat menciderai makna penegakan hukum itu sendiri.
"Kelima, berdasarkan pengamatan ICW, Pinangki tidak kooperatif selama masa persidangan. Hal ini dibuktikan dari bantahan terdakwa yang menyebutkan tidak pernah mendapatkan sejumlah uang dari Djoko, menyusun action plan, dan memberikan 50 ribu dollar AS ke Anita Kolopaking, " ucap Kurnia.