OJK Terbitkan SEOJK APU-PPT Bagi Fintech Lending

Penerbitan SEOJK APU-PT dengan instruksi yang akan berlaku Maret 2021

Antara/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan surat edaran (SEOJK) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) bagi fintech P2P lending. Peningkatan kualitas program dilakukan melalui siklus pendekatan berbasis risiko atau risk based approach.
Rep: Novita Intan Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan surat edaran (SEOJK) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) bagi fintech P2P lending. Peningkatan kualitas program dilakukan melalui siklus pendekatan berbasis risiko atau risk based approach.


Beleid tersebut ditetapkan di Jakarta sekaligus menandai mulai berlakunya ketentuan pada 29 Januari 2021 oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perusahaan, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Riswinandi. Ketentuan itu berisi 92 halaman batang tubuh dan 15 halaman lampiran. 

Penerbitan SEOJK APU-PPT bagi Fintech Lending itu terbilang tepat waktu karena POJK 12/2017 yang diubah menjadi POJK 23/2019 menginstruksikan pada ketentuan peralihan bahwa program APU-PPT bagi fintech lending mulai berlaku pada Maret 2021. SEOJK turut menerangkan bahwa penyelenggara fintech lending sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. 

“Terdapat tambahan dibandingkan Rancangan SEOJK sebelumnya, yakni risiko terhadap pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Penyelenggara dimungkinkan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil TPPU atau TPPT ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan," tulis OJK dalam SEOJK seperti dikutip, Selasa (9/2).

Kepentingan pelaku usaha misalnya bagi pelaku pencucian uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal usulnya. Sedangkan bagi pelaku pendanaan terorisme atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, harta kekayaan tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme atau mendanai pengembangan senjata pemusnah massal. 

Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas penerapan program APU-PPT serta pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko atau risk based approach. Adapun sesuai dengan prinsip umum yang berlaku secara internasional dan sejalan dengan penilaian risiko nasional atau national risk assessment (NRA) serta penilaian risiko sektoral atau sectoral risk assessment (SRA). 

 

SEOJK menginstruksikan, penerapan program APU-PPT berbasis risiko paling sedikit meliputi pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajemen, dan sumber daya manusia serta pelatihan. Program mesti mencakup hal yang diharuskan dalam rekomendasi financial action task force on money laundering (FATF). 

Adapun penilaian risiko mencakup empat faktor risiko yaitu, nasabah, negara, produk/jasa, dan jaringan distribusi. Penyelenggara harus mempertimbangkan seluruh faktor risiko yang relevan termasuk risiko penggunaan teknologi informasi dan sejumlah kewajiban lainnya. 

Sedangkan dalam rangka melakukan siklus pendekatan berbasis risiko, penyelenggara fintech lending harus melakukan sejumlah langkah kegiatan seperti melakukan identifikasi terhadap risiko bawaan atau inherent risk. Menetapkan toleransi risiko serta menyusun langkah pengurangan dan pengendalian risiko. 

Selain itu, melakukan evaluasi atas risiko residu atau residual risk dan menerapkan pendekatan berbasis risiko. Lalu turut melakukan tinjauan dan evaluasi atas pendekatan berbasis risiko yang telah dimiliki. Sedangkan dalam hal melakukan identifikasi risiko, OJK turut melampirkan alat bantu berupa matriks kemungkinan dan dampak. 

 

Matriks tersebut membantu penyelenggara dalam menetapkan seberapa besar upaya atau pemantauan yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasi risiko. Penyelenggara dapat menggunakan bentuk matriks lain yang sesuai dengan skala usaha, kebutuhan, karakteristik, dan kompleksitas usaha.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler