DPR Belum akan Tetapkan Prolegnas Prioritas 2021

Ada kemungkinan Prolegnas prioritas ditetapkan pada masa sidang berikutnya

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR kembali menunda penetapan program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 dalam forum rapat paripurna yang rencananya digelar Rabu (10/2). Alasannya, masih adanya dinamika pada RUU yang ada di dalamnya, salah satunya adalah revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca Juga


"Belakangan ada RUU Pemilu, itu ya sudah karena masih perlu pembahasan lebih lanjut, tidak dibahas di paripurna besok," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi saat dihubungi, Selasa (9/2).

Jika Prolegnas Prioritas 2021 tak ditetapkan besok, ada kemungkinan akan dilakukan pada masa sidang berikutnya. Sebab, DPR dijadwalkan memasuki masa reses pada 11 Februari mendatang.

"Nanti tergantung penugasan di rapat bamus berikutnya, apa dikembalilan ke Baleg atau dilanjut ke paripurna," kata Baidowi.

Baidowi menegaskan, tidak ada polemik terkait RUU yang ada di dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Namun, hanya ada sejumlah dinamika pada sejumlah RUU, seperti RUU Masyarakat Adat, RUU BPIP, dan RUU Pemilu.

"Disampaikan juga ada dinamika terkini terkait RUU Pemilu, maka prolegnas kita bawa ke paripurna pada masa sidang yang akan datang," ujar Baidowi.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu saat ini relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi Indonesia. Ia menjabarkan ada sejumlah alasan UU Pemilu urgen untuk dibahas.

"UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu lima kotak (pemilihan presiden, DPR RI, DPD, DPRD I, dan DPRD II)," kata Azis dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/2).

Selain itu adanya Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu juga dinilai menjadi salah satu alasan UU Pemilu perlu dibahas. Kemudian, ada kecenderungan desain kelembagaan penyelenggara pemilu belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.

"Pengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) dan surat suara terbuang (wasted votes)," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler