BI Perkirakan Permintaan Kredit Naik dalam Beberapa Bulan
Peningkatan kebutuhan pembiayaan terutama terjadi pada sejumlah sektor.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyebut kebutuhan pembiayaan korporasi terindikasi meningkat pada tiga bulan mendatang. Terutama untuk mendukung aktivitas operasional.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono mengatakan hal tersebut terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kebutuhan pembiayaan korporasi tiga bulan mendatang sebesar 27,1 persen. Peningkatan kebutuhan pembiayaan terutama terjadi pada sejumlah sektor.
"Seperti Pertambangan dan Penggalian, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Informasi dan Komunikasi serta Real Estat," katanya dalam keterangan pers, Jumat (19/2).
Kebutuhan pembiayaan korporasi tersebut sebagian direncanakan menggunakan Dana Sendiri atau Laba Ditahan serta sebagian lainnya dari kredit bank. Penambahan pembiayaan rumah tangga pada tiga dan enam bulan ke depan diindikasi masih terbatas.
Bank umum masih menjadi preferensi utama rumah tangga dalam rencana pengajuan pembiayaan ke depan. Terutama dalam bentuk Kredit Multi Guna, Kredit Pemilikan Rumah, dan Kredit Kendaraan Bermotor.
Dari sisi penawaran perbankan, penyaluran kredit baru terindikasi meningkat pada kuartal I 2021, tercermin pada SBT perkiraan penyaluran kredit baru sebesar 67,4 persen. Berdasarkan kelompok bank, pertumbuhan secara kuartalan diprakirakan terjadi pada seluruh kategori bank dan untuk seluruh jenis kredit.
Pada Rapat Dewan Gubernur BI kemarin BI kembali meluncurkan kebijakan pelonggaran uang muka kredit properti dan kendaraan. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor dan properti ini untuk mendorong permintaan kredit.
"Pelonggaran tersebut untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dan properti dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko," katanya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur Februari 2021, Kamis (18/2).
Pelonggaran untuk properti dalam rasio Loan to Value (LTV) untuk bank konvensional atau Financing to Value (FTV) untuk bank syariah menjadi paling tinggi 100 persen. Berlaku untuk semua jenis properti mulai dari rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan.
Sementara pelonggaran uang muka pada kendaraan hingga mencapai nol persen. Kebijakan dapat diadopsi bank yang memenuhi kriteria rasio kredit bermasalah tertentu. BI juga menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden demi mendorong pertumbuhan kredit properti. Kelonggaran-kelonggaran tersebut efektif 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.