Jokowi: Testing Covid-19 tak Merata, Tracing Belum Baik
Ada provinsi dengan kemampuan testing tinggi, ada juga yang rendah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui kapasitas testing atau pemeriksaan spesimen Covid-19 tidak merata di setiap daerah. Ada provinsi dengan kemampuan testing tinggi, namun ada juga yang capaian pemeriksaannya rendah.
"Kita ngomong apa adanya, tidak bisa merata. Kayak DKI, DKI ini (kapasitasnya) sudah 12 kali dari standar WHO. Yang lain ya, yang sudah standar banyak, tapi yang belum juga banyak," ujar Presiden Jokowi dalam dialog bersama sejumlah pimpinan media massa di Istana Merdeka, Rabu (17/2). Dialog ini diunggah di website resmi istana Sabtu (20/2).
Presiden menjelaskan, standar kemampuan testing Indonesia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 38 ribu per hari. Sementara kemampuan Indonesia saat ini, ujar presiden, sudah bisa mencapai 40 ribu bahkan 70 ribu pemeriksaan dalam satu hari.
"Sebetulnya standarnya 38 ribu hitungan WHO. Jadi jangan didorong-dorong terus. Enggak apa-apa, sebetulnya kita mengejar tinggi. Tapi rata. Jangan sampai hanya di DKI saja. Mestinya semua provinsi itu standarnya standar WHO, ketemu sudah. Itu yang konsisten kita lakukan," ujar Jokowi.
Selain perkara pemerataan, Jokowi juga meminta seluruh komponen Satgas Penanganan Covid-19 dan pemerintah daerah memastikan testing dilakukan secara tepat sasaran. Menurutnya, testing Covid-19 seharusnya dilakukan terhadap kontak erat atau suspek, bukan sekadar pihak yang memang punya akses lebih untuk menjalani tes swab PCR berkali-kali.
"Ada satu orang yang dites misalnya sampai 10 kali. Karena sering harus ketemu saya. Nah itu dites terus. Sebetulnya bukan itu. Tes itu yang kira-kira memang sasaran betul," katanya.
Berkaitan dengan testing yang tepat sasaran ini, Jokowi mengingatkan pentingnya tracing atau pelacakan secara tepat dan teliti. Tracing ini dilakukan untuk mengetahui siapa-siapa saja pihak yang sempat kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Ia pun mengaku pelaksanaan tracing di Indonesia belum sempurna.
"Kemudian yang ditracing, tracing kita ini juga di lapangan belum baik. Karena tracer yang benar kita baru memiliki 5.000 (personel), padahal standar kita yang benar minimal 50 ribu (personel)," kata Jokowi.
Menyiasati kurangnya tenaga pelacakan, Jokowi memerintahkan aparat TNI-Polri untuk terlibat. Pelibatan aparat keamanan dalam pelaksanaan tracing ini, ujar presiden, lebih untuk mempercepat prosesnya. "Kemarin kita sudah pelatihan untuk tracer dari Polri dan TNI untuk mempercepat saja," katanya.