Polisi Didesak Bebaskan IRT yang Ditahan Bersama Balita
Dua IRT di antaranya diketahui ditahan bersama anak balitanya di NTB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menanggapi kasus yang dialami empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan di Kejari Praya lantaran dituduh melakukan pengrusakan di gudang rokok UD Mawar, Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dua IRT di antaranya diketahui ditahan bersama anaknya yang masih balita.
Sahroni menilai keputusan untuk memenjarakan para IRT itu tidak bijak karena tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan. "Dalam hukum itu ada namanya aspek-aspek humanis yang perlu dipertimbangkan, apalagi para IRT ini masih dibutuhkan oleh anak-anaknya. Sangat tidak masuk akal kalau mereka sampai harus menyusui di penjara. Karenanya, saya sudah menelepon pihak kejaksaan dan polisi untuk segera membebaskan mereka,” kata Sahroni dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Ahad (21/2).
Sahroni menjelaskan, dalam melakukan penegakkan hukum, harusnya para petugas juga melihat latar belakang kasus secara menyeluruh. Dalam kasus ini, para IRT melakukan pelemparan batu ke pabrik rokok karena dianggap pencemaran lingkungan yang membahayakan warga.
“Apalagi sebenarnya ibu-ibu ini hanya memperjuangkan haknya untuk bisa menghirup udara bersih. Jadi tidak bisa dibenarkan kalau tindakan ini harus berakhir di tahanan. Saya dari Komisi III menilai hal ini sudah tidak bisa dibiarkan dan para IRT itu harus dibebaskan,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, empat IRT di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mendekam di balik jeruji Kejaksaan Negeri Praya. Dua dari mereka harus membawa bayi mereka berada di balik jeruji karena mesti menyusui.
Keempat IRT itu sebelumnya melempar pabrik rokok yang di Dusun Eat Nyiur sebagai bentuk protes karena polusi yang ditimbulkan dan justru pabrik memilih mempekerjakan orang luar dibanding warga setempat.
Masing-masing IRT asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38), dan Hultiah (40). Mereka merupakan warga Dusun Eat Nyiur yang diancam pasal 170 KUHP ayat (1) dengan ancaman pidana penjara 5-tujuh tahun atas tuduhan pengerusakan.