Makna Takbir, Mengagungkan Kebesaran Allah
Kebesaran Allah dipahami dalam arti keagungan dan kekuasaan-Nya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata takbir terambil dari kata kabîr yang berarti besar. Takbir adalah membesarkan. Namun, dalam konteks agama, takbir merupakan mengakui dengan ucapan dan hati tentang kebesaran Allah.
Kebesaran Allah dipahami dalam arti keagungan dan kekuasaan-Nya. Dikutip dari Kosakata Keagamaan oleh M. Quraish Shihab, Imam Ghazali menjelaskan makna kebesaran Allah dalam arti kesempurnaan zat adalah wujud-Nya.
Sedangkan kesempurnaan wujud itu ditandai oleh dua hal, yaitu keabadian dan sumber wujud. Allah kekal, abadi, dan tanpa adanya permulaan. Allah adalah zat yang wajib wujud-Nya, berbeda dengan makhluk dan semua makhluk.
Dari segi sumber wujud, Allah adalah sumbernya karena setiap maujud pasti ada yang mewujudkannya. Sifat Allah juga mencakup makna ketiadaan kebutuhan atau Mahakaya, sehingga pada akhirnya tiada yang Mahabesar kecuali Allah.
Kata akbar berbentuk superlatif yang digunakan oleh bahasa untuk membandingkan dua hal, salah satu di antaranya melebihi yang lain. Jadi terjemahan harfiah dari kalimat Allah Allah Akbar adalah “Allah Lebih Besar.”
Tetapi makna dan terjemahan ini tidak sesuai dengan kebesaran Allah. Allah tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu apa pun yang kesemuanya adalah ciptaan-Nya. Memang, menyebut nama Allah selalu harus dibarengi dengan pengagungan kepada-Nya karena itu tidak dibenarkan menyebut nama Allah di sembarangan tempat, seperti tempat kotor.
Selain itu, tidak juga dalam situasi yang dapat menimbulkan pelecehan terhadap-Nya atau terhadap ajaran agama-Nya. Bahkan, Alquran melarang seseorang berulang-ulang menyebut nama-Nya dalam konteks sumpah.
Itu karena sering menyebut nama-Nya dalam konteks sumpah atau yang bukan pada tempatnya dapat mengantar seseorang terbiasa dengannya, sehingga pada gilirannya mengantar berbuat dosan, bahkan menjadikan orang tidak percaya kepadanya. Seseorang yang tepercaya, tidak perlu menguatkan ucapannya dengan sumpah.
Tanpa sumpah pun, ia seharusnya dipercaya. Banyak menyebut nama Allah dalam konteks mengukuhkan sesuatu adalah bukti kekurangpercayaan dan pada akhirnya akan menghasilkan halangan dalam melakukan kebajikan dan takwa.