Anggota DPR: Genjot Pemanfaatan Listrik Tenaga Surya

Indonesia memiliki harta karun dari sumber energi matahari yang sangat besar

Antara/Ahmad Subaidi
Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (2/2/2021). Berdasarkan data PLN NTB untuk potensi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di NTB tercatat sebesar 102.74 MW dengan berbagai macam sumber EBT yaitu air (PLTM dan PLTA), bayu atau angin (PLTB), tenaga surya (PLTS), biomassa (PLTBm) dan arus laut (PLTAL) dimana dari total potensi tersebut sebesar 41.38 MW berada di pulau Sumbawa, 21.36 MW di Pulau Lombok dan masing masing sebesar 10 MW berada di Selat Lombok dan Selat Alas.
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menginginkan pemerintah dapat betul-betul menggenjot pemanfaatan listrik dari sumber energi matahari atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). PLTS bisa menjadi motor pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).


"Kita ini negara yang dilalui garis khatulistiwa, di mana matahari bersinar sepanjang waktu. Sehingga sayang jika karunia tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, Indonesia memiliki harta karun dari sumber energi matahari yang sangat besar sehingga sayang jika tidak dimanfaatkan. Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi energi surya mencapai lebih dari 200 GW.

Sementara sampai tahun 2020, pemanfataan listrik dari sumber energi ini baru mencapai 150 MW atau sebesar 0,07 persen. Jumlah tersebut, lanjut Mulyanto, masih sangat kecil dibanding pemanfaatan sumber energi lain.

Mulyanto berpendapat bahwa meskipun secara nasional surplus listrik mencapai 30 persen, namun kelebihan pasokan tersebut terkonsentrasi di pulau Jawa dan tidak dapat dinikmati masyarakat di pedalaman dan kepulauan. Sebagaimana diwartakan, Indonesia membutuhkan total dana investasi sebanyak 167 miliar AS untuk pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dengan membangun 56 GigaWatt (GW) tambahan pembangkit energi hijau.

"Kita membutuhkan total investasi sektor EBT sekitar 167 miliar dolar AS untuk mencapai target penurunan emisi di tahun 2030, dengan membangun 56 GW tambahan pembangkit EBT," kata Direktur Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam di Jakarta, Jumat (5/3).

Tahun ini, kata dia, pemerintah menargetkan investasi pada sektor energi hijau senilai 2,05 miliar AS, lebih tinggi dibandingkan capaian investasi pada 2020 yang berjumlah 1,36 miliar AS. Indonesia memiliki dua target besar yaitu target bauran energi hijau sebesar 23 persen tahun 2025 melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan target penurunan emisi sebesar 29 persen dari baseline di tahun 2030 sesuai Paris Agreement.

"Bauran energi saat ini berada di angka 11,5 persen dari target sebesar 23 persen. Sebagai upaya mencapai target tersebut, dilakukan banyak dorongan kepada pengembangan EBT, baik dalam bentuk peraturan, stimulus, maupun insentif," kata Medrilzam.

Merujuk laporan Kementerian ESDM, kapasitas pembangkit EBT di Indonesia pada 2020 tercatat berjumlah 10.467 MegaWatt (MW) yang terdiri atas 3,6 MW tenaga hibrida, 154,3 MW tenaga angin, 153,8 MW tenaga surya, 1.903,5 MW tenaga bio, 2.130,7 MW tenaga panas bumi, dan 6.121 MW tenaga air. Pemerintah menargetkan pertumbuhan kapasitas pembangkit energi baru dan terbarukan bisa mencapai lima persen atau sebanyak 978 MW sepanjang tahun 2021.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler