Indonesia Re Susun Strategi Risiko Klaim Kebencanaan

Indonesia Re memastikan proteksi retrosesi yang memadai hingga 440 juta dolar AS.

ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Sejumlah mobil terendam banjir di Hotel Kebayoran, Jakarta, Sabtu (20/2). PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mengantisipasi potensi lonjakan klaim reasuransi umum maupun jiwa akibat bencana alam ataupun kecelakaan transportasi.
Rep: M Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mengantisipasi potensi lonjakan klaim reasuransi umum maupun jiwa akibat bencana alam ataupun kecelakaan transportasi. Portfolio Management & Claim Division Head Indonesia Re Gadis Purwanti mengatakan Indonesia merupakan negara yang memiliki sejumlah potensi bencana seperti yang terjadi pada akhir 2020 dan 2021. 


"Hal ini menjadi catatan penting bagi industri keuangan nonbank (IKNB), khususnya sektor reasuransi," ujar Gadis dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (11/3).

Gadis mengatakan perusahaan telah melakukan mitigasi risiko atas klaim kebencanaan dengan memastikan proteksi retrosesi yang memadai hingga 440 juta dolar AS. Menurut Gadis, proteksi ini secara permodelan bencana gempa bumi sudah memenuhi, bahkan melampaui regulasi POJK nomor 14 tahun 2015, dengan return periode mencapai 1 dalam 320 tahun.

Gadis menyampaikan proteksi retrosesi yang dimiliki Indonesia Re juga telah melalui perhitungan aktuaris dan permodelan yang sesuai agar perusahaan tetap mampu menjalankan kewajiban secara finansial kepada ceding tanpa mengganggu kesehatan keuangan perusahaan.

"Indonesia Re telah berkoordinasi dengan institusi kebencanaan dan keselamatan transportasi untuk bersama-sama menganalisa hal tersebut," ucap Gadis.

Perusahaan, lanjut Gadis, melihat indikasi musim hujan yang berkepanjangan yang mungkin terjadi pada periode April dan Mei tahun ini. Gadis mengatakan Indonesia Re telah membuat kajian banjir untuk wilayah Jabodetabek dan Indonesia setiap tahunnya.

"Kajian ini sangat kami perlukan untuk melihat sebaran risiko banjir di Indonesia dan menjadi bagian dari kebijakan underwriting," kata Gadis.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan perusahaan asuransi perlu meninjau kembali kecukupan pencadangan teknis saat menghadapi kewajiban terhadap sejumlah risiko akibat bencana alam.

"Sehingga kondisi kesehatan keuangan perusahaan tetap solvent meskipun menghadapi liabilitas risiko bencana," kata Dody.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 3.253 bencana telah terjadi di Indonesia dalam setahun terakhir, periode Februari 2020 hingga Februari 2021. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga memperkirakan intensitas curah hujan tinggi akan berlangsung setidaknya hingga Mei 2021.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler