Intel AS: Putin Jalankan Operasi Bantu Trump dalam Pilpres
Laporan intelijen menyebut ancaman utama Pilpres datang dari Rusia dan Iran.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Laporan dari Kantor Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS) pada Selasa (16/3) menyatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin, menjalankan operasi untuk membantu Donald Trump dalam pemilihan presiden November lalu. Meskipun, laporan itu menunjukan tidak ada bukti bahwa ada aktor asing yang mengubah suara atau mengganggu proses pemungutan suara.
Menurut pejabat intelijen, ancaman utama datang dari Rusia dan Iran, meskipun dengan niat yang berbeda dan melalui cara yang berbeda. Dalam kasus Rusia, negara ini berusaha untuk merongrong pencalonan Biden karena menganggap kepresidenannya bertentangan dengan kepentingan Kremlin.
Laporan itu juga mengatakan, Putin mengesahkan 'operasi pengaruh' yang bertujuan merendahkan Biden, meningkatkan citra Trump, merusak kepercayaan dalam pemilu, dan memperburuk perpecahan sosial di AS.
Sementara, Iran melakukan kampanye pengaruhnya sendiri yang bertujuan merugikan upaya pemilihan kembali Trump. Sebuah upaya yang menurut para pejabat AS mungkin disetujui oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Menurut para pejabat, upaya Iran lebih agresif daripada pemilu sebelumnya dan terus berlanjut bahkan setelah kontes berakhir. Mereka memfokuskan untuk menyebarkan perselisihan di AS, kemungkinan karena Teheran percaya hal itu akan merusak peluang terpilihnya kembali Trump.
Terlepas dari ancaman tersebut, pejabat intelijen menyatakan, tidak menemukan adanya indikasi aktor asing yang berusaha untuk ikut campur dalam pemilu AS 2020. Tidak ada pengubahan aspek teknis apa pun dari proses pemungutan suara, termasuk pendaftaran pemilih, pemberian suara, tabulasi suara, atau hasil pelaporan.
Dokumen tersebut memperjelas bahwa meskipun Trump telah berseru tentang legitimasi pemilu, para pejabat intelijen, justru yakin Rusia berusaha memengaruhi orang-orang yang dekat dengan Trump sebagai cara untuk memberi bantuan pemilu yang menguntungkannya.
Laporan tersebut membahas tugas politis untuk mencari tahu musuh asing mana yang mendukung kandidat mana selama pemilu 2020. China pun dinyatakan tidak ikut campur di kedua sisi, baik mendukun Biden atau Trump. "Mempertimbangkan tetapi tidak menyebarkan," ujar laporan tersebut.
Pejabat AS mengatakan yakin Beijing memprioritaskan hubungan yang stabil dengan AS. Beijing tidak menganggap hasil pemilu cukup menguntungkan untuk mengambil risiko sebagai pukulan balik yang akan terjadi jika tertangkap basah melakukan campur tangan.