Sidebar

Ombudsman Soroti Impor Beras

Thursday, 25 Mar 2021 09:39 WIB
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3). |

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia menyatakan, terdapat potensi maldaministrasi terhadap mekanisme keputusan rencana impor beras sebanyak satu juta ton tahun ini. Ombudsman akan mendalami proses penetapan importasi dan meminta data-data dari seluruh kementerian/lembaga terkait.


Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengatakan, penetapan kebijakan impor, terutama komoditas beras seharusnya berdasarkan data-data valid yang tersedia. Ia menilai, perlu ada early warning system (EWS) dalam mekanisme pengambilan keputusan agar lebih cermat dan hati-hati.

"Perlu digarisbawahi, Ombudsman mencium ada potensi jadi belum tentu ada maladministrasi atau tidak," kata Yeka dalam konferensi pers, Rabu (24/3).

Yeka mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras pada Januari-April 2021 justru akan mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan kenaikan produksi gabah karena luas panen yang berpotensi mengalami kenaikan dibandingkan tahun lalu.

Luas panen padi pada empat bulan pertama 2021 ini diperkirakan mencapai 4,86 juta hektare (ha). Luasan tersebut naik 26,53 persen dari capaian luas panen Januari-April 2020 yang sebesar 3,84 juta ha.

Dari potensi kenaikan luas panen itu, diproyeksikan kenaikan produksi gabah kering giling (GKG) sebesar 26,68 persen dari 19,99 juta ton tahun lalu menjadi 25,37 ton tahun ini. Dari proyeksi itu, produksi beras bisa mencapai 14,54 juta ton. Angka itu naik 26,84 persen dari produksi Januari-April 2020 sebesar 11,46 juta ton.

Yeka menilai, kebijakan impor harus diputuskan dengan pertimbangan yang matang. Pasalnya, isu komoditas beras dapat berdampak luas hingga pada aspek sosial dan politik.

"Kami akan dalami bagaimana sebetulnya mekanisme rakortas (rapat koordinasi terbatas) dalam penentuan impor beras ini," kata Yeka.

Ia menyampaikan, adanya potensi maldaministrasi karena berbagai indikator data yang tersedia tidak menunjukkan perlunya dilakukan impor beras. Selain itu, menurut Yeka, para pelaku usaha sektor perberasan juga tidak mengalami masalah stok beras.

Berita terkait

Berita Lainnya