Sri Mulyani Ungkap 3 Sektor Andalan untuk Jaga Defisit APBN
Pemerintah meyakini perekonomian akan terakselerasi pada kuartal II 2021.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diperbolehkan melebarkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di atas tiga persen karena pandemi Covid-19. Namun, toleransi ini hanya berlaku hingga 2022 dan harus kembali normal pada 2023.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengubah batas defisit APBN bisa di atas tiga persen tahun anggaran 2020-2022. Kebijakan ini muncul sebagai dampak dari tingginya kebutuhan dana untuk penanganan Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada tiga sektor yang dapat menjaga defisit APBN berada pada jalurnya pada 2023. Pemerintah pun berupaya menjaga ekonomi agar pulih dan kembali normal.
“Pemulihan hanya bisa terjaga yang didukung oleh investasi, ekspor, dan keyakinan konsumen. Itu juga sangat bergantung pada dukungan belanja pemerintah,” ujarnya seperti dikutip data APBN KITA, Kamis (25/3).
Sri menjelaskan negara berkembang seperti Indonesia, belanja pemerintah dibutuhkan untuk membantu pemulihan ekonomi. Dari sisi lain, Covid-19 harus bisa diatasi karena ini menjadi pengubah permainan (game changer).
Upaya tersebut sudah dilakukan dengan adanya vaksinasi. Pada kuartal dua 2021, pemerintah meyakini ekonomi sudah bisa terakselerasi.
“Hal ini terjadi dengan munculnya keyakinan konsumen, investasi mulai masuk, ekspor sudah tumbuh hingga Februari, impor juga naik. Ini tanda-tanda bagus dari pemulihan,” jelasnya.
Ketiga sektor tersebut, lanjut Sri, menjadi mesin penggerak ekonomi. Maka begitu, APBN tidak akan bekerja sangat keras seperti tahun lalu tetapi dukungan negara melalui belanja pemerintah tetap ada.
“Pastinya 2022 defisit APBN lebih rendah dari tahun ini (yang ditarget 5,7 persen). Kita pasti akan terus melakukan konsolidasi dan membawa defisit hingga di bawah tiga persen pada 2023,” ucapnya.
Sri Mulyani meyakini perekonomian Indonesia akan masuk masa pemulihan mulai tahun ini. Maka begitu, indikator penopang pertumbuhan ekonomi akan mulai membaik, seperti konsumsi rumah tangga, ekspor, hingga investasi.
Hal ini, katanya, akan membuat konsumsi pemerintah yang kemarin bekerja secara 'jor-joran' akan berkurang, sehingga melonggarkan beban APBN dan bisa mengurangi tekanan defisit.
"Ada recovery yang diproyeksi terjadi kuartal II dan III. Perekonomian sekarang sudah bekerja lagi, konsumsi, investasi, ekspor, dan pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya mesin yang bekerja seperti tahun lalu," katanya.
Maka itu, defisit anggaran bisa sedikit berkurang. Pada tahun ini saja misalnya, pemerintah menargetkan defisit sudah mulai turun dari kisaran enam persen ke lima persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kemudian pemerintah tetap bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan terkait penanganan covid-19 dan PEN. Menurutnya, ini akan membuat kebutuhan stimulus cepat terpenuhi dan memberi dampak pemulihan yang lebih cepat.
“Pemerintah terus menjalankan tata kelola APBN yang disiplin dan penuh kehati-hatian. Kami juga jaga dari sisi kesehatan pengeluaran, begitu juga dari sisi penerimaan," ucapnya.
Defisit APBN 2021 sebesar Rp 63,6 triliun atau 0,36 persen dari PDB per Februari 2021. Defisit terjadi karena pendapatan negara sebesar Rp 219,2 triliun, sedangkan belanja negara sebesar Rp 282,7 triliun.