Hakim Praperadilan Sarankan MAKI dan KPK Berdamai
MAKI, dan KPK, dan perwakilan Dewas KPK, pun tak keberatan dengan usulan hakim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengimbau agar Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdamai. Hakim Nazar Effriandi menasehati, ketimbang melanjutkan persidangan ke beban pembuktian yang panjang, jalan damai adalah solusi hukum yang baik dalam penyelesaian perkara kedua pihak.
“Jadi belum bisa berdamai?,” kata Nazar saat sidang kedua permohonan praperadilan MAKI terhadap KPK, di PN Jaksel, Selasa (6/4).
Sidang kedua kali ini, sebetulnya mengagendakan pembacaan jawaban KPK selaku termohon. MAKI, pada sidang sebelumnya, Senin (5/4) dalam permohonan praperadilan menyatakan, KPK berupaya menghentikan penyidikan perkara terkait korupsi suap dana bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos).
Tuduhan MAKI, menyangkut terlantarnya 20 izin penggeledahan keluaran Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang seharusnya dilaksanakan KPK. MAKI juga menuduh KPK berupaya menyetop penyidikan kasus tersebut untuk berhenti hanya lima nama yang sudah tersangka.
Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan tersangka, yakni Mensos Juliari Batubara sebagai penerima suap senilai Rp 17 miliar bersama Matheus Joko Santoso, dan Adi Mahyono, serta Ardian Iskandar Maddanatja, dan Harry Sidabuke sebagai pemberi uang.
Padahal, menurut MAKI, dalam kasus tersebut, ada keterlibatan politikus PDI Perjuangan, yakni Ihsan Yunus, dan pengusaha Agusti Yogasmara. Terhadap Ihsan Yunus, dikatakan MAKI, KPK tak menjalankan perannya dengan benar, untuk menggeledah kediamannya, pun memeriksa, atau meminta keterangan terkait keterlibatannya dalam perkara tersebut.
Terkait tuduhan tersebut, KPK, dan Dewas KPK sudah menyiapkan memori jawaban untuk dibacakan di sidang kedua praperadilan. Tetapi, hakim Nazar menyarankan, agar kedua pihak memilih jalan damai. “Kalau bisa berdamai, kan saya juga dapat pahala,” ujar dia.
Menurutnya, tugas berat bagi seorang hakim untuk melanjutkan perkara sampai pada putusan yang menurutnya bakal tak dapat menyenangkan salah satu pihak. Paling fatal, dikatakan Nazar, jika ternyata putusan tersebut keliru.
“Kalau putus, putusan benar kan, pasti satu pihak kan ada nggak senang. Kalau putusannya salah, kan saya berdosa juga. Jadi, harusnya kita saling berdamai saja, kalau bisa,” kata Nazar.
Akan tetapi, tawaran hakim Nazar itu belum mau ditanggapi MAKI maupun KPK. Karena kedua pihak tak memberikan jawaban, hakim Nazar, pun memberikan waktu sampai sidang ketiga, Rabu (7/4).
“Jadi kalau hari ini belum bisa berdamai, besok sidang kita lanjutkan, dengan agenda berdamai, atau dilanjutkan pembuktian,” terang Nazar.
Nazar, pun menutup sidang kedua dengan singkat, karena ia meminta agar jawaban termohon KPK, maupun Dewas KPK atas gugatan MAKI yang seharusnya dibacakan, cukup hanya disampaikan tertulis.
“Jadi jawaban termohon (KPK, dan Dewas KPK), dianggap sudah dibacakan saja,” ujar dia. Pihak MAKI, dan KPK, dan perwakilan Dewas KPK, pun tak keberatan dengan usulan hakim Nazar tersebut.