Ketua KPK: Korupsi karena Perizinan yang Minta Imbalan

Perizinan menjadi peluang yang dimanfaatkan koruptor untuk mengeruk keuntungan.

Republika/Thoudy Badai
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan, salah satu celah terjadinya korupsi di Indonesia, yakni perizinan. Dia mengatakan, perizinan menjadi salah satu peluang yang kerap dimanfaatkan para koruptor untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Baca Juga


"Kita paham, korupsi banyak terjadi karena perizinan yang meminta imbalan," kata Firli Bahuri saat menjadi pembicara dalam peluncuran Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2021-2022 berdasarkan Perpres 54 tahun 2018 pada Selasa (13/4).

Dia mengatakan, fokus pencegahan korupsi juga dilakukan pada bidang tata niaga hingga tata kelola keuangan negara. Firli menegaskan, tata kelola keuangan harus akuntabel, transparan, efektif, efisien dan tidak bisa digunakan di luar dari program dan sasaran yang telah ditentukan. 

Jenderal bintang tiga itu mengatakan, fokus ketiga terhadap reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Dia mengatakan, pencegahan korupsi harus dilakukan dari hulu hingga ke hilir. 

Dia melanjutkan, perilaku korupsi tidak hanya sekedar kejahatan sebagaimana diatur dalam undang-undang tapi korupsi adalah perampasan hak-hak rakyat. Dia mengatakan, perbuatan korupsi membuat hak-hak masyarakat tidak bisa dipenuhi, mengganggu perlindungan sosial. 

Menurut dia, korupsi juga menghambat pembangunan nasional hingga mengganggu kegiatan untuk memajukan pendidikan dan kesehatan. "Artinya jika itu terjadi maka tujuan nasional bisa akan terganggu karena perlambatan program-program yang harus kita laksanakan," katanya.

Sementara, Stranas PK 2021-2022 merupakan kerja sama pemerintah dan KPK. Stranas PK tersebut merupakan komitmen dan upaya untuk menciptakan pemberantasan korupsi yang sistemik, kolaboratif dan berdampak nyata.

Aksi Stranas PK 2021-2022 akan fokus menyelesaikan akar masalah meliputi, 12 aksi di tiga fokus sektor dan berorientasi output outcome. Adapun aksi-aksi yang dimaksud antara lain, percepatan perizinan dan tata kelola ekspor-impor. 

Kemudian, efektivitas dan efisiensi pengadaan barang dan jasa, pemanfaatan NIK untuk ketepatan subsidi bantuan. Selanjutnya, sinkronisasi perencanaan penganggaran, penguatan pengendalian internal pemerintah. Terakhir, penguatan integritas aparat penegak hukum. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler