Cerita Bambang tak Berkenan Kemenristek Dipisah dengan BRIN
Menurut Bambang, ada pihak yang menginginkan BRIN menjadi lembaga terpisah.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Nawir Arsyad Akbar,
Febrianto Adi Saputro
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengungkap perjalanan Kemenristek/BRIN yang terkatung statusnya sebelum akhirnya diputuskan untuk dipisah dan Kemenristek dilebur dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bambang mengatakan, selama kurang lebih 1,5 tahun berjalan, hanya Perpres Kemenristek yang telah ditandatangani dan terbit dengan struktur yang terdiri atas sekretaris kementerian dan staf ahli.
Sementara, BRIN yang harusnya memiliki struktur organisasi yang utuh, selama kurun waktu itu perpresnya tidak kunjung ditandatangani. Karena itu, selama ini kementeriannya menjalankan fungsi dengan mengandalkan Perpres Kemenristek semata.
"BRIN-nya yang harusnya menjadi yang utuh, lengkap dengan eselonisasinya, lengkap dengan deputi-deputi, sestama, dan segala macam lengkap dan organ-organnya itu tidak pernah muncul," kata Bambang yang dikutip dalam forum diskusi 'Membangun Ekosistem Riset dan Inovasi' yang digelar secara daring, Ahad (11/4) kemarin.
Bambang mengungkapkan, penyebab tidak ditandatanganinya Perpres BRIN karena ada pihak yang menginginkan BRIN-nya harus dipisah dari Kemenristek. BRIN menurut pihak itu, ungkap Bambang, harusnya merupakan organisasi yang melakukan penelitian secara konkret.
“Ya, kebetulan saya tidak terlalu favor (berkenan) cara itu. Sehingga, akhirnya deadlock selama satu tahun ya perpresnya tidak pernah keluar," ujar Bambang.
Karena itu, setelah setahun lebih payung hukum BRIN tidak kunjung mendapatkan kejelasan, Bambang menilai sulit Kemenristek/BRIN untuk diteruskan. Hal ini, kata Bambang, karena sulit Kemenristek/BRIN berjalan tanpa organisasi.
Baca juga : Anies di Puncak Dua Survei dan Ramalan Vs Prabowo pada 2024
"Sampai akhirnya karena sudah satu tahun, tentu saya sampaikan bahwa hal ini tidak mungkin diteruskan. Karena, akan sangat sulit kementerian tanpa organisasi sehingga akhirnya keputusannya dipisah," ungkapnya.
Ia melanjutkan, meski akhirnya diputuskan Kemenristek dan BRIN dipisah, ia mengusulkan agar Kemenristek atau tetap sebagai kementerian dan digabung kembali dengan pendidikan tinggi. Namun, Kemenristek justru bergabung dengan Kemendikbud.
"Saya sudah mengusulkan kalau dipisah BRIN-nya sebagai badan, kementeriannya kembali ke Ristekdikti. Karena, di situlah sebenarnya kombinasi yang baik karena Dikti heavy-nya (beratnya) di riset," ungkap Bambang.
"Tetapi, rupanya usulan saya bukan usulan yang diambil. Yang diputuskan diambil adalah digabungkan ke Dikbud karena Dikti ada di sana. Jadi, Dikti tidak dikeluarkan. Dikti tetap di situ. Ristek yang akan bergabung dengan Dikbud," katanya lagi.
Karenanya, ia mengaku sedih dengan Kemenristek tidak lagi menjadi kementerian yang berdiri sendiri. Apalagi, ia menjadi Menristek terakhir sebelum dilebur dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Ya, secara pribadi saya juga merasa tidak enak. Merasa sedih ya. Karena, boleh dibilang saya jadi Menristek terakhir karena risteknya tidak lagi sebagai kementerian yang berdiri sendiri seperti dulu," ungkapnya.
In Picture: Wacana Penggabungan Kemenristek dengan Kemendikbud
Padahal, selama ini Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi selalu menjadi kementerian sendiri. Ia mencontohkan Kemenristek saat dipegang BJ Habibie dan Kusmayanto.
"Mungkin sebelumnya Pak Soemitro Djojohadikoesoemo juga menteri riset. Menteri riset pertama Soedjono Djoened Poesponegoro. Unfortunately itu keputusan yang sudah diambil. Dan, ya saya belum tahu nanti detailnya bagaimana. Yang pasti itulah yang akan berlangsung," katanya.
Sebelumnya, DPR secara resmi menyetujui penggabungan tugas antara Kemendikbud dan Kemenristek. Hal tersebut diputuskan dalam rapat paripurna penutupan masa sidang IV tahun 2020-2021.
Wakil Ketua DPR selaku pimpinan rapat paripurna Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, keputusan itu sesuai hasil rapat konsultasi pengganti rapat pada Bamus 8 April 2021. Rapat tersebut membahas surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021.
"Perihal lertimbangan pengubahan kementerian dan menyepakati penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud sehingga menjadi Kemendikbud dan Ristek," ujar Dasco di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (9/4).
Ia kemudian menanyakan kepada anggota DPR peserta rapat paripurna perihal persetujuannya. Dibalas setuju oleh peserta rapat yang hadir.
Baca juga : UAS Berbagi Cara Memaksimalkan Ramadhan
"Apakah hasil keputusan rapat Bamus pengganti rapat konsultasi terhadap pertimbangan penggabungan dan pembentukan kementerian dapat disetujui?" tanya Dasco dijawab setuju.
Dalam rapat tersebut, DPR juga menyetujui dibentuknya Kementerian Investasi. Pembentukannya itu disebut merupakan usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pembentukan Kementerian Investasi untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan," ujar Dasco.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai, kebijakan melebur fungsi Kemenristek ke dalam Kemendikbud merupakan langkah mundur. Pemerintah dinilai tidak belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa penggabungan kedua kementerian tersebut tidak efektif.
"Kita pernah berpengalaman dengan penggabungan fungsi pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi dalam bentuk Kemenristek-Dikti. Ternyata dalam pelaksanaannya tidak berjalan efektif," ujar Mulyanto, Jumat (9/4).
Keputusan tersebut dinilai tidak akan efektif. Penggabungan atau peleburan lembaga dinilainya membutuhkan waktu sekira satu hingga dua tahun yang untuk koordinasi dan adaptasi.
"Maka, praktis kementerian baru ini tidak akan efektif bekerja pada sisa usia pemerintahan sekarang ini," ujar Mulyanto.
Dengan digabungkannya Kemendikbud-Ristek, perumusan kebijakan dan koordinasi ristek akan semakin tenggelam oleh persoalan pendidikan. Belum lagi terkait kerumitan koordinasi kelembagaan keduanya nanti.
"Beda halnya kalau Kemenristek ini digabung dengan Kemenperin. Ini dapat menguatkan orientasi kebijakan inovasi yang semakin ke hilir dalam rangka industrialisasi 4.0," ujar Mulyanto.
Pengamat dan praktisi pendidikan Indra Charismiadji melihat penggabungan antara Kemendikbud dengan Kemenristek membingungkan. Mengingat kementerian yang dipimpin oleh Nadiem Makarim mengalami permasalahan selama pandemi Covid-19.
"Jujur, saya bingung desainnya mau seperti apa dan tidak ada penjelasan," ujar Indra.
Adapun, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai reshuffle tinggal menunggu waktu. Penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek menjadi tandanya.
"Jika digabungkan dua kementerian tersebut, artinya reshuffle hanya tinggal menunggu waktu," kata Ujang kepada Republika.co.id, Senin (12/4).
Imbas penggabungan dua kementerian tersebut, Ujang menilai posisi Mendikbud Nadiem Makarim berpotensi di-reshuffle. Menurutnya, Nadiem dianggap tak cocok jadi Mendikbud karena banyak kebijakannya yang salah dan kontroversial.
"Cari saja profesional yang bagus untuk urus Kemendikbud. Banyak dari kalangan Muhammadiyah yang ahli atau dari kalangan profesional yang tahu tentang pendidikan Indonesia," ujarnya menjelaskan.
Kendati demikian, meskipun Nadiem dianggap tak cocok memimpin Kemendikbud, Ujang melihat Nadiem masih akan tetap dipertahankan. Sementara itu, dia juga memprediksi Menristek/Kepala BRIN Bambang Brojonegoro juga akan digeser dari jabatan Menristek menjadi Kepala Otorita Ibu Kota Baru.
"Kan dulu dia yang buat perencanaan awal Ibu Kota Baru ketika dia jadi menteri Bappenas," ungkapnya.
Selain itu, Ujang juga melihat keberadaan Kementerian Investasi tidak terlalu urgen mengingat saat ini sudah ada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia menduga dibentuknya Kementerian Investasi hanya untuk mengakomodasi pihak-pihak yang belum punya jabatan.
"Belum tahu siapa pihak yang akan diplot menjadi menteri investasi. Bisa Bahlil dari kepala BKPM dinaikkan jadi menteri investasi. Atau bisa juga figur lain. Semua ada di tangan Jokowi," ucapnya.