Mengenal Kue-Kue Khas Banjar untuk Sajian Berbuka Puasa
Di bulan Ramadhan 1422 ini, beraneka kue berbuka puasa tersaji menggugah selera.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di bulan Ramadhan 1422 ini, beraneka kue berbuka puasa tersaji menggugah selera, utamanya kue-kue khas Banjar seperti di antaranya amparan tatak, sari muka, kararaban dan putri selat. Warna warni kue-kue tersebut disebut "wadai ceper Banjar".
Salah satu khazanah kuliner khas Banjar tersebut sudah lama digeluti oleh Hj Halimatus Sa'diah atau lebih dikenal Bu Hj Atus, yang beralamat di Jalan Cemara 3 nomor 1 Perumnas Kayu Tangi, Banjarmasin Utara, Kalsel.
Sejak pukul 04.00 WITA, Bu Hj Atus sudah mulai beraktivitas menyiapkan berbagai macam bahan untuk adonan membuat kue khas Banjar yang biasa disajikan sebagai menu berbuka puasa tersebut di dapurnya.
Di pagi buta, sekalian menyiapkan makanan untuk sahur bagi keluarganya, Bu Hj Atustampak tetap cekatan menyiapkan bahan-bahan yang tidak sedikit untuk membuat kue yang akan didagangkannya besok siang hingga sore bagi pemburu menu berbuka puasa.
Kue yang akan dibuatnya bermacam-macam, khususnya kue khas Banjar yang lebih dikenal "wadai ceper" tersebut. Wadai dalam bahasa Banjar artinya kue, sedang ceper adalah tempat kue itu dibuat.
Ada yang bentuk bundar dan segi empat, terbuat dari lempengan besi tipis atau dari seng putih.Ukurannya ceper untuk wadah kue itu beragam, berdiameter sekitar 50 centimeter dan ada yang lebih kecil lagi.
Bu Hj Atus yang sudah menyiapkan adonan pun mulai menyalakan kompor-kompor gas di dapurnya, terlihat sekitar 15 kompor gas yang di atasnya sudah siap wajan-wajan cukup besar.Air di masukkan ke dalam wajan, sembari menunggu air dalam wajan itu mendidih, adonan kue pun mulai dimasukkan ke dalam ceper.
Setelah air mulai mendidih di dalam wajan, Bu Hj Atus pun mulai memasukkan satu persatu ceper yang sudah berisi adonan tersebut ke dalam wajan, ada tumpuan di dalam wajan itu, sehingga ceper tidak tenggelam ke air mendidih.
"Masaknya dengan cara dikukus," katanya.
Ceper yang ada di dalam wajan itu diberi tutup, sehingga panas bisa terkonsentrasi untuk memasakkan adonan kue.Bu Hj Atus terlihat sudah sangat piawai dan tertata dalam proses pembuatannya.
"Sejak 1985 saya menggeluti pembuatan wadai ini," katanya.
Menurut dia, keahlian membuat wadai atau kue khas Banjar ini diwarisinya dari ibunya.Adapun kue yang dibuatnya setiap hari itu adalah amparan tatak pisang, sari muka lakatan, sari muka hijau, sari pengantin, putri selat, lapis india, lapis hula hula, pisang sagu, kararaban dan nangka susun, kue lam.
Demikian juga wadai bingka.Untuk membuat kue-kue itu, Bu Hj Atus dibantu karyawan sebanyak enam orang, karena produksinya cukup banyak."Kalau di bulan Ramadhan bisa sampai sebanyak 30 ceper per harinya," katanya.
Jaga citra rasaA
gar citra rasa kue buatannya berkualitas, Bu Hj Atus tidak sembarang dalam memilih bahan. Dibantu sang suami H Akhmad Arifin, bahan-bahan dengan kualitas tinggi pun dipilih.
Menurut H Arifin, dalam pembuatan wadai ceper ini yang menjadi bahan cukup dominan adalah gula merah, telur, tepung dan santan.Untuk gula merah sendiri, dirinya harus mencari yang dinilainya terbaik, hingga harus memesan langsung di kampung halamannya di Birayang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
"Kita pesan sekitar satu bulan sebelum Ramadhan, sebab sebanyak 250 kilogram untuk kebutuhan produksi di bulan Ramadhan ini," ujarnya.
Sementara itu, untuk sari santannya dibutuhkan sekitar 50 kilogram per harinya, itu juga dicari kelapa yang baik.Sedangkan untuk telur dalam produknya adalah telur bebek tambak, di mana ini dipesannya dari daerah Aluh-Aluh di Kabupaten Banjar.
"Bisa sampai 500 biji perharinya untuk telur ini dibutuhkan," kata Arifin.
Pembuatan kuenya juga hanya menggunakan tepung beras, di mana setiap harinya bisa mencapai 30 kilogram.Proses pembuatanProses pembuatan wadai ceper khas Banjar ini ternyata tidak bisa sembarang, harus dengan hati yang tulus tidak ada gangguan.
"Kalau hati lagi terganggu, misalnya lagi marah, kesal atau sedih, baiknya jangan melaksanakan proses pembuatan, percaya atau tidak, wadai yang dihasilkan jadi kurang baik," kata Hj Atus.
Karenanya, proses pembuatan wadai ini harus dengan konsentrasi tinggi, ketelitian dalam setiap tahapan, karena harus sabar dilakukan, tidak bisa tergesa-gesa.Ada hal yang biasa juga dilakukannya dalam proses pembuatan wadai yang memasaknya bisa memakan waktu 2 jam tersebut, yakni, mengajaknya berbicara.
"Jadi harus dipanderi (ajak bicara) saat memasak itu, seperti wadai cepatlah masak, bagus-bagus lah," katanya.
Cara ini, sudah diwariskan dalam dirinya mempelajari membuat wadai itu, seperti membaca bismillah, shalawat dalam bagian tata cara proses saat membuat dan memasaknya.Jika sudah masak, wadai akan dilakukan pendingin hingga beberapa jam dibantu kipas angin.
Strategi pemasaranPemasaran wadai ceper harus habis sehari, sebab hanya bisa bertahan sehari saja, cepat kedaluwarsa.Karenanya, kata H Arifin, perhitungan membuat wadai ceper ini harus cermat, sebab tidak bisa bertahan lama atau lebih satu hari. Demikian juga harga harus terjangkau.
"Apalagi saat pandemi COVID-19 ini, di mana ekonomi masyarakat sedang sulit, hingga daya beli turun drastis. jadi strateginya jika masih tanggal muda, bisalah produksi diperbanyak, kalau sudah tanggal tua, ya disesuaikan," katanya.
Pihaknya dalam pemasaran ini juga memperbanyak relasi, selain memiliki gerai untuk penjualan di bulan suci Ramadhan ini.Bahkan, pelanggannya ada yang dari luar kota hingga Jakarta dan kota di luar Kalimantan lainnya.
"Sampai ke Malaysia juga, biasa kan ada yang mau pulang, ingin bawa wadai khas Banjar, pesan sesaat sebelum pesawatnya berangkat," katanya.
Pembuatan wadai khas Banjar ini tidak hanya di bulan Ramadhan saja, sebab di hari biasa banyak acara-acara yang memesan produknya."Acara rapat kantor dan sebagainya, biasa banyak memesan, kita buatkan," katanya.
Dia mengaku, dalam menggeluti usaha kuliner ini, hampir tidak ada kendala yang berat, istilah jatuh bangun."Jadi datar-datar saja usaha yang kami geluti hingga puluhan tahun ini," katanya.
Kekayaan khas kuliner Nusantara, termasuk di saat Ramadhan, salah satunya adalah "wadai ceper" khas Banjar, KalimantanSelatan buatan Bu Hj Atus. Ini, menjadi kekayaan yang menambah kekayaan dan keragaman khazanah budaya di Indonesia.