Mualaf Edison: Masuk Islam adalah Anugerah Terindah

Mualaf Edison melakukan pencarian sebelum menyatakan masuk Islam

Dok Istimewa
Mualaf Edison melakukan pencarian sebelum menyatakan masuk Islam. Foto Edison
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sebelum memeluk Islam, Edison telah mengagumi umat Islam yang dikenalnya. Karena betapa mereka taat dengan kewajiban sholat lima waktu tanpa adanya paksaan karena ingin lebih dekat dengan Tuhannya. Namun ganjalan dalam hatinya tidak pernah hilang. 


Ketika dia melihat berita tentang ISIS yang mengatakan mereka adalah seorang Muslim, itu tidak mengubah cara dia memandang mereka karena dia percaya bahwa Muslim dan agama Islam adalah anugerah yang indah. Orang bisa saja menggunakan nama Allah SWT dengan sembarangan tapi bukan berarti Allah seperti itu. 

"Hanya karena Anda menyebut diri Anda seorang Muslim, bukan berarti Anda seorang Muslim yang benar.  Baik itu di Singapura, Malaysia, Indonesia atau seluruh dunia, orang yang memeluk Islam itu indah dan diberkahi. Saya menghormati setiap ras dan agama karena mereka memiliki cara mengajar tetapi saya memilih Islam sebagai agama saya," ujar dia.  

Satu yang pasti alasan dia memeluk Islam adalah ingin mengenal Tuhan yang Esa, yakni dalam Islam disebut Allah SWT. Edison pertama kali mengucapkan dua kalimat syahadat pada 31 Desember 2020 disaksikan temannya yang juga mualaf Herald Chia.      

"Sejujurnya, saya tidak mempelajari Islam untuk memeluk Islam.  Pengalaman saya dengan banyak teman Muslim di luar sana yang membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang agama Islam ketika saya masih pemeluk agama sebelumnya," ujar pria 25 tahun ini. 

Baca juga : Jejak Islam di Portugal yang Disamarkan

Teman Muslimnya Herald adalah seorang mualaf. Dia banyak mengajukan banyak pertanyaan kepada Edison terutama terkait kitab agama sebelumnya dan Alquran.  

Edison mulai berpikir keras sebelum menerima dan memeluk Islam. Apakah jalan hidup yang dipilih sebelumnya adalah kesalahan. Keinginan untuk memahami Tuhan yang benar pun semakin kuat.   

"Bagaimana jika suatu hari saya mati dan masih masuk neraka karena percaya pada Tuhan yang salah? Begitu banyak pertanyaan yang melintas di otak dan hati saya sampai saat saya yakin bahwa saya ingin memeluk Islam," ujar dia. 

Herald kemudian membimbingnya, mengenai kesempatan untuk bersyahadat. Dia khawatir jika Edison telah memiliki niat memeluk Islam tetapi masih menundanya maka kesempatan tersebut akan hilang. Ini adalah sebuah hidayah dari Allah bagi hamba Nya yang terpilih. Jawaban untuk ya atau tidak akan berpengaruh terhadap hidupnya selamanya. 

Edison sebenarnya terlahir dari...

Edison sebenarnya terlahir dari keluarga yang berbeda agama. Keluarga ayahnya liberal sedangkan ibunya pemeluk Budha. Edison sendiri memilih agamanya sejak usia 13 tahun. Dia menganut Kristen, namun demikian dia tumbuh sebagai seorang pribadi yang bebas.  

Sebelumnya, Edison mengikuti ibunya untuk pergi ke kuil namun dia tak benar- benar meyakininya. Bagi Edison yang masih anak-anak, dia belum memahami pentingnya sebuah agama. Sehingga pergi bersama ibunya untuk beribadah hanya sebuah kesenangan. Kemudian di usianya ke 13, pertanyaan tentang ketuhanan mulai muncul di benaknya. 

Dia bertemu dengan tetangganya dan menceritakan mengenai keyakinannya. Rasa ingin tahu mengenai kisah Isa, kemudian menuntunnya untuk memeluk agama yang sama dengan tetangganya.  

Dia semakin rajin beribadah setiap Sabtu. Edison berpikir, dengan rajin beribadah tidak serta merta pertanyaannya mengenai ketuhanan selesai. Banyak pertanyaan dan dia belum mendapatkan jawabannya.   

"Semakin ingin mencari tahu tentang Tuhan, semakin banyak pertanyaan tentang kehidupan, terutama tentang diri saya dan untuk apa saya hidup,"ujar pria kelahiran Singapura ini sebagaimana dikutip dari Harian Republika

Dia ingin mencari kebenaran mengenai Tuhan mana yang benar, apakah yang ibu saya percaya, atau yang selama 11 tahun dia percaya. Hingga suatu hari dia mengenal agama lain yakni Islam.   

Hari di mana Edison menerima Allah ke dalam hidupnya membuat dia berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan atau tidak. Tetapi kenyataannya,  setelah menjadi mualaf, pilihannya ini adalah hal terindah yang pernah dirasakan dalam hidupnya.  

Allah mengenalkan Islam melalui teman-teman terdekat. Edison pun meyakini bahwa memeluk Islam adalah benar-benar takdir Allah. Setelah memeluk Islam secara resmi di Islamic Center Darul Arqam. Dia juga bersama Herald mempelajari ibadah. 

Pada awalnya pengalaman belajar tentang sholat agak menantang bagi dia. Karena dia  tidak tahu bagaimana cara membaca bahasa Arab. Dia bersyukur memiliki teman Muslim yang sangat baik. Karena membantunya untuk mempelajari bacaan sholat.

Teman wanita juga ikut mendampinginya... 

Teman wanita juga ikut mendampinginya dan menjelaskannya secara perlahan. "Saya dapat mempelajarinya dengan cara yang berbeda seperti rekaman suara yang dikirimkan mereka kepada saya untuk saya pelajari,"tutur dia. 

Namun karena Covid-19, saat ini tidak ada kegiatan kajian yang diselenggarakan. Ramadhan tahun ini merupakan puasa pertama untuknya. Edison pun mulai belajar berpuasa dan berharap dapat menjalaninya dengan lancar selama satu bulan penuh.  

Edison juga bersyukur, menjadi seorang Muslim tidak mendapat penolakan di tempatnya bekerja. Ini karena banyak Muslim yang juga bekerja dengannya.  

Banyak rekan kerjanya yang ikut berbahagia dengan pilihan hidupnya. Mereka mengucapkan selamat kepada dia karena sebagai seorang mualaf dia seperti bayi yang baru dilahirkan. Namun berbeda dengan tanggapan ibunya. Menjadi Muslim sangat ditentang ibunya apalagi jika dia sampai menjalin hubungan dengan wanita Muslim.  

"Ibu saya juga tidak berkenan untuk hadir di pernikahan saya jika saya menikah dengan Muslimah,"jelas dia. Hingga saat ini hubungannya masih tidak baik karena perbedaan agama ini. 

"Tapi bagaimanapun juga, sebagai seorang Muslim.  Kita diajarkan untuk memaafkan orang lain dan mencintai mereka karena pada akhirnya, kita bertanggung jawab atas tindakan kita sendiri dan bukan mereka. Apa yang mereka lakukan adalah tanggung jawab mereka sendiri,"kata dia menambahkan. 

Bersyukur ayahnya memiliki pandangan yang berbeda dengan ibunya. Karena seorang liberal, ayahnya lebih berpikir secara logis. Meski tidak terlalu mendukung pilihan agamanya. Namun ayahnya tidak ingin Edison mengganti nama dengan nama Muslim. 

 

Tetapi dia memahami apa yang dilakukannya bahwa itu adalah hidupnya sendiri. Sehingga Edison harus bertanggung jawab dengan pilihannya tersebut. Sedangkan saudaranya, baik kakak perempuan dan kedua adik laki-lakinya mendukung apapun keputusan hidupnya.    

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler