AFPI: Potensi Pembiayaan Fintech Syariah Masih Besar

Porsi penyaluran industri fintech lending didominasi pembiayaan konsumtif.

Yogi Ardhi/Republika
Fintech syariah (ilustrasi)
Rep: Retno Wulandhari Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melihat penyaluran pembiayaan oleh fintech syariah masih berpotensi tumbuh ke depannya. Hal tersebut sejalan dengan pangsa pasar syariah di dalam negeri yang cukup besar. 

Baca Juga


Berdasarkan data AFPI, penyaluran pembiayaan syariah sejak empat tahun lalu sudah mencapai Rp2 triliun dari sembilan platform yang menjadi anggota AFPI. Sementara total penyaluran dari seluruh anggota AFPI yang berjumlah 146 platform sudah mencapai Rp169,5 triliun. 

Adapun total aset fintech syariah Per Februari 2021 mencapai Rp90 miliar. Jumlah tersebut sekitar 2 persen dari total seluruh aset pelaku fintech baik konvensional maupun syariah yang mencapai Rp4 triliun.

"Dibandingkan total penyaluran industri fintech pembiayaan syariah memang masih terbilang kecil sekitar 1 persen, tapi kami optimistis akan tumbuh lebih besar melihat potensi pasar yang masih sangat besar," kata Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah, Rabu (5/5). 

Kuseryansyah mengakui, rendahnya penyaluran pembiayaan syariah tersebut disebabkan karena pangsa pasar syariah di dalam negeri masih belum cukup matang. Selain itu, infrastruktur pendukung dinilai belum cukup solid. 

Di sisi lain, tingkat literasi masyarakat yang juga rendah. "Tantangan di industri ini adalah edukasi dan literasi. Produk fintech manfaatnya sudah terbukti sangat dibutuhkan masyarakat baik individu maupun umkm. 

Menurut Kuseryansyah, salah satu faktor yang membuat industri fintech, termasuk fintech syariah, bisa kerja optimal karena penyaluran pendanaan harus melalui ekosistem. Selama ini, penyelenggara fintech mengandalkan teknologi dan data-data alternatif untuk menyalurkan pinjaman. 

Secara umum, AFPI mencatat, porsi penyaluran di industri fintech lending masih didominasi oleh pembiayaan konsumtif sekitar 60 persen. Sementara sisanya 40 persen merupakan pembiayaan produktif. 

AFPI pun mendorong platform konsumtif untuk meningkatkan penyaluran ke sektor produktif. "Ada kewajiban bagi platform konsumtif harus menyalurkan 25 persen ke sektor produktif. Kalau ini dilaksanakan, porsi yang tersalur ke sektor produktif akan lebih meningkat lagi," ujar Kuseryansyah.

CEO Duha Syariah, Hot Asi, mengaku optimistis dapat meningkatkan penyaluran pembiayaan pada tahun ini. Hot Asi mengatakan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk memperluas jangkauan konsumennya. 

"Kami sendiri cukup optimis untuk tahun ini dengan beberapa strategi yang kami siapkan," kata Hot Asi.  

 

Pada pembiayaan konsumtif, menurutnya, Duha Syariah akan memperbanyak mitra khususnya untuk pembiayaan pembelian barang secara online. Duha Syariah akan lebih banyak bekerja sama dengan mitra seperti marketplace dan e-commerce.

"Sedangkan untuk pembiayaan produktif, Duha Syariah akan memperbannyak kerja sama dengan komunitas seperti UMKM," terangnya.

Tingkat kesuksesan bayar meningkat

Tingkat Kesuksesan Bayar (TKB) 90 hari di industri fintech lending terus mengalami peningkatan. Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah, mengatakan TKB 90 sempat merosot tajam pada saat pandemi.

Pada Maret 2020, menurut Kuseryansyah, TKB 90 tercatat berada pada level sekitar 96 persen. Namun, TKB 90 sempat turun ke posisi 91 persen. Artinya, tingkat kredit macet pada industri fintech lending meningkat selama pandemi. 

"Namun per Februari 2021, kondisi TKB semakin membaik dan sudah berada di posisi 98,41 persen. Dengan kondisi itu tingkat macetnya sekitar 1,6 persen," terang Kuseryansyah. 

Menurutnya, penyebab TKB industri fintech bisa terjaga di level yang cukup baik karena didukung oleh kehadiran Fincteh Data Center (FDC). Dengan teknologi tersebut, penyelenggara bisa meminimalisir risiko gagal bayar saat memberi pinjaman. 

Melalui FDC, penyelenggara bisa mengakses informasi calon peminjam, seperti NIK untuk mengidentifikasi kecocokan data peminjam. Jika terdapat fraud atau ketidakcocokan data, penyelenggara bisa menghindari pemberian dana. 

Selain itu, FDC juga memberikan informasi mengenai rekam jejak pinjaman calon peminjam. "Kalau sekarang yang punya pinjaman lebih dari tiga sangat sedikit. Melalui FDC, penyelenggara juga bisa melihat tingkat disiplin bayar peminjam," tutur Kuseryansyah.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler