Cara Baru Muslim AS Rayakan Ramadhan Selama Pandemi

Pandemi memaksa masjid di AS untuk menutup pintunya.

AP/Shafkat Anowar
Umat Muslim membaca Al-Quran sebelum melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  MISSOURI -- Basiyr Rodney, direktur Masjid Baitul Hafeez di utara St. Louis, menghargai perasaan para Muslim yang kembali beribadah di masjid di bulan Ramadhan tahun ini. Sebab, tahun lalu, pandemi memaksa masjid untuk menutup pintunya. Kini vaksin tersedia secara luas dan banyak Muslim yang lebih nyaman beribadah di masjid.

Baca Juga


"Ini sedikit lebih normal daripada sebelumnya, dari sudut pandang bahwa setidaknya orang berkumpul dalam kelompok yang sangat kecil," kata Rodney, dilansir dari laman St. Louis Public Radio, Senin (10/5).

Banyak pemimpin Muslim meyakinkan orang-orang, bahwa vaksin diperbolehkan selama Ramadhan. "Ini adalah masalah kesehatan di mana Anda tahu Anda akan meminum obat apa yang mungkin berdampak pada tubuh Anda dengan cara tertentu," katanya.

Rodney mengatakan ada banyak cara untuk berpartisipasi di bulan suci Ramadhan. Seringkali, Muslim menetapkan target. Misalnya mengkhatamkan Alquran selama sebulan. "Itu semacam tanda kemajuan yang Anda coba buat dalam kehidupan spiritual Anda sendiri," katanya.

Biasanya pada bulan Ramadhan, banyak orang sering mengadakan pertemuan besar di rumah atau masjid untuk berbuka puasa. Setelah itu, rombongan berkumpul di masjid untuk sholat tarawih. Ketika pandemi merajalela tahun lalu, selain masjid yang ditutup, orang-orang juga membatasi kontak mereka dengan teman dan keluarga.

 

 

Tahun ini, pandemi masih menghadirkan tantangan untuk kembali normal, tetapi Muslim di St. Louis melakukan upaya bersama untuk menjaga tradisi mereka agar tetap hidup. Misalnya, dengan mengadakan buka puasa seadanya karena banyak masjid yang mencegah pertemuan dalam kapasitas besar.

Hal itulah yang dilakukan Umar Lee untuk tetap menemukan rasa kebersamaan selama Ramadhan. Dia adalah anggota Kelas Malam Kamis, kelompok pendukung untuk mualaf. Karena tidak menggelar acara buka puasa bersama dengan banyak Muslim lainnya, komunitas Lee bertemu setiap malam di Masjid West Florissant di Jennings untuk berbuka puasa. Mereka berkumpul di tempat parkir dan menyiapkan makanan di kap mobil lalu dibagikan ke umat Muslim yang hendak berbuka puasa.

Lee mengatakan, buka puasa di pusat-pusat kegiatan Muslim di St. Louis sungguh menarik. Muslim di kota-kota besar, seperti Washington DC, dan Dallas, cenderung pergi ke restoran sebagai gantinya. "Di St. Louis, kami memiliki tradisi buka puasa di (masjid) setiap malam secara gratis. Ini tradisi Muslim St. Louis, di masjid besar dan di masjid kecil," ungkapnya.

Dia menekankan, buka puasa gratis di masjid sangat penting bagi mereka yang miskin, bukan anggota komunitas Muslim atau yang jauh dari keluarga selama Ramadhan. Teman Lee, koki Ben Poremba dari restoran Elaia dan Olio Mediterranean, melayani makanan setiap malam secara gratis dan menyediakan makanan tambahan untuk orang lain yang membutuhkan.

 

 

"Salah satu hal menarik tentang Islam di Amerika dan komunitas Muslim adalah bahwa komunitasnya begitu internasional dan begitu beragam sehingga orang seperti saya yang berasal dari utara St. Louis County menjadi terbiasa makan mansaf (daging domba yang dimasak di yogurt), masakan Palestina yang berbeda dan masakan Pakistan dan Bangladesh yang berbeda. Ini seperti membuka selera kami terhadap semua hidangan dan rasa yang berbeda ini," tuturnya.

Di sisi lain, seorang pengrajin logam dan pemilik merek perhiasan kuningan Mahnal, Shayba Muhammad, mendonasikan keuntungannya bulan ini ke Fit & Food Connection, sebuah lembaga nonprofit di St. Louis yang membantu orang mengakses makanan sehat, kelas kebugaran, dan pendidikan kebugaran.

"Salah satu hal yang saya anggap indah tentang Ramadhan adalah kita memiliki kesempatan untuk mengingat saudara-saudara kita yang tidak memiliki akses makanan secara teratur," katanya.

Muhammad menambahkan, sebetulnya konsep puasa itu lebih dari sekadar batasan fisik. Menurutnya puasa memiliki hubungan dengan segala sesuatu yang dilakukan dalam hidup. "Ini mempertajam Anda dengan banyak cara dan memperkaya hidup dengan banyak cara," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler