Basmi Ekstremisme, PM Selandia Baru Usulkan Algoritma Etis
Untuk membasmi ekstremisme di internet PM Selandia usulkan algoritma etis
REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan pemimpin negara dan perusahaan teknologi yang ingin membasmi ekstremisme di internet harus fokus dalam memahami algoritma media sosial yang mendorong konten di platform tersebut. Hal ini disampaikan dalam pertemuan inisiatif global untuk mengakhiri kebencian di internet.
Pertemuan yang dinamai Christchurch Call ini diluncurkan Ardern dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2019. Christchurch Call digelar setelah pria penganut supremasi kulit putih asal Australia membunuh 51 orang di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru dan menyiarkan pembantaian tersebut di Facebook.
Sejak terbentuk sudah lebih dari 50 negara, organisasi internasional, dan perusahaan teknologi mendukung inisiatif ini. Termasuk perusahaan teknologi raksasa seperti Facebook, Google, Twitter, dan Microsoft.
"Eksistensi algoritma adalah masalah yang tidak diperlukan, entah apakah digunakan secara etis atau tidak, itu salah satu fokus terbesar masyarakat pada tahun depan saat jaringannya sendiri meluas," kata Ardern dalam forum yang diadakan virtual tersebut, Sabtu (15/5).
Ardern mengatakan di forum ini perusahaan-perusahaan teknologi besar mengungkapkan keinginan kuat untuk menggunakan algoritma sebagai intervensi positif. Namun ia tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana perusahaan-perusahaan itu akan mengubah algoritma yang mendorong konten merusak dan mengarah pada radikalisasi.
Amerika Serikat (AS) bergabung dengan Christchurch Call untuk pertama kalinya setelah mengubah kebijakan pemerintah mantan presiden Donald Trump dua tahun yang lalu. Trump menolak bergabung dengan alasan akan merusak kebebasan berbicara.
Pertemuan Christchurch Call yang kedua ini dihadiri pemimpin-pemimpin dunia termasuk Macron dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Organisasi non-pemerintah The Global Internet Forum to Counter Terrorism (GIFCT) yang didirikan Facebook, Microsoft, Twitter, dan YouTube bergabung dengan Christchurch Call. Mereka mengatakan sejak tahun 2019 sudah ada progres yang dibuat.
Dalam pernyataan terpisah organisasi tersebut mengatakan sejak 2019 bersama perusahaan-perusahaan anggota, mereka telah merespons 140 insiden lebih untuk memahami berbagi informasi dan kesadaran situasional apabila serangan memiliki dimensi internet.