Pernyataan Jokowi Soal 75 Pegawai KPK, Ini Kata Anggota DPR
Arsul meminta pimpinan KPK dan 75 pegawai KPK sudahi sikap ‘gagah-gagahan’.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menanggapi pernyataan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait polemik hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Arsul meminta agar pimpinan KPK dan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS) berhenti bersikap saling menuruti kemauan menurut sudut pandang masing-masing.
"Jadi sudahilah sikap 'gagah-gagahan' yang ada, dan mari mencari solusi yang baik agar KPK tetap dapat melaksanakan mandatnya baik dalam penindakan, pencegahan maupun pendidikan antikorupsi," kata Arsul kepada Republika, Selasa (18/5).
Arsul meminta kedua belah pihak untuk sama-sama mengembangkan sikap bijak dan melihat kepentingan pemberantasan korupsi kedepan. Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi itu sudah sesuai dengan komitmen pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah.
"Sebagai anggota DPR periode lalu yang menjadi anggota Panja RUU Perubahan UU KPK, saya tahu dan memahami bahwa komitmen kedua rumpun kekuasaan pembentukan UU itu ketika membahas dan menyepakati revisi UU KPK itu menjadi UU adalah tidak menggunakan UU yang dihasilkan yakni UU nomor 19 Tahun 2019 untuk memberhentikan atau mengurangi pegawai KPK," jelasnya.
Politikus PPP itu menambahkan, kalaupun ada pengurangan pegawai maka itu terjadi karena ada pegawai yang mundur karena yang bersangkutan tidak mau menjadi ASN. "Bukan 'dimundurkan' dengan memanfaatkan persyaratan perundang-undangan yang kebetulan tidak bisa terpenuhi," ucapnya.
Arsul menjelaskan, semangat pembentuk UU tersebut, yakni jika dalam proses alih status ada pegawai yang dinilai tidak memenuhi persyaratan tertentu maka diberi kesempatan terlebih dahulu agar bisa memenuhi persyaratan tersebut, dan bukan langsung diberhentikan. Arsul menilai hal tersebut tampaknya tidak dipahami dengan baik oleh para pengambil keputusan di KPK.
Selain itu, Arsul juga mengimbau agar pegawai KPK tidak terus-terusan mengembangkan paradigma bahwa dengan menjadi ASN maka independensinya sebagai penegak hukum akan hilang. Menurutnya, ada lembaga-lembaga lain yang undang-undangnya menjamin independensi pegawainya tetap terjaga dengan baik meski berstatus ASN.
"BPK itu lembaga dengan auditor yang berstatus ASN, tapi tidak pernah mereka menyampaikan bhw independensinya terganggu dalam melakukan audit karena status ASN. Para penyelidik dan penyidik Ditjen Penegakan Hukum di Kementerian LHK juga tidak menjadi tidak bisa independen dalam melaksanakan tugas gakum karena status ASN mereka," kata dia.