Benarkah Kacamata Pemblokir Cahaya Biru Efektif Digunakan?
Klaim apapun tentang kacamata anticahaya biru dan penyakit mata belum terbukti klinis
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan sebagian besar orang bekerja dari rumah selama pandemi, jam layar menatap ponsel dan laptop menjadi lebih panjang. Penawaran produk kacamata khusus yang diklaim bisa memblokir cahaya biru pun meningkat.
Berbagai jenama kacamata menghadirkan opsi lensa pemblokiran cahaya biru. Sebagian lensa memiliki warna kekuningan, namun ada juga merek yang menghadirkannya dalam warna optik bening yang lebih estetis.
Apa yang diklaim oleh kacamata anticahaya biru? Produk lazimnya diklaim dapat memblokir cahaya biru hingga 480 nanometer, serta sinar UVA dan UVB. Ini dikatakan dapat mengurangi ketegangan mata dan meningkatkan kejernihan visual.
Produk pun dimaksudkan membantu tubuh memproduksi melatonin, sehingga meningkatkan kualitas tidur. Beberapa pengecer telah melangkah lebih jauh dengan mengeklaim bahwa lensa ini 'melindungi' mata dari sinar biru yang 'berbahaya'.
Kata 'berbahaya' itulah yang menjadi masalah bagi sebagian besar profesional medis. Semua sinar UV dari matahari berpotensi berbahaya, tetapi cahaya biru yang berasal dari perangkat digital sama sekali tidak sekuat sinar UV.
Faktanya, tampilan pada perangkat digital hanya memancarkan sebagian kecil dari cahaya biru yang dipancarkan matahari. Klaim besar apapun tentang kacamata anticahaya biru dan penyakit mata belum terbukti secara klinis.
Jadi, hal itu perlu disikapi dengan bijaksana. Seperti kebanyakan hal, moderasi adalah kuncinya. Menatap layar secara berlebihan memang berpotensi mengganggu penglihatan dan mengganggu ritme sirkadian alami.
Menurut ahli medis, ketegangan mata dapat disebabkan oleh penggunaan layar yang berlebihan. Akan tetapi, hal ini bersifat sementara. Gejala mata lelah, mata kering, atau mata berair akan membaik setelah berhenti menggunakan perangkat.
Seseorang biasanya berkedip sekitar 15 kali per menit untuk membersihkan kotoran dan melembabkan mata). Namun saat terlalu fokus pada layar, membaca, atau mengemudi, frekuensi itu dapat berkurang sekitar 50 persen.
Tidak ada studi klinis yang menunjukkan bahwa kacamata pemblokir cahaya biru dapat mencegah penyakit mata. Karena sederhananya, sedikit cahaya biru yang dipancarkan dari layar saja tidak menyebabkan penyakit mata.
Meski demikian, tetap penting untuk mengurangi paparan cahaya biru. Sejumlah dokter mata pun menyarankan bahwa paparan cahaya biru yang berlebihan dapat dikaitkan dengan mata kering, katarak, dan degenerasi makula.
Dokter umum Louise Wiseman menjelaskan, cahaya biru merangsang otak di malam hari, mengurangi sekresi melatonin dan mengganggu kualitas tidur. Wiseman menjelaskan, melatonin serupa steroid alami tubuh.
Kelenjar pineal merespons cahaya biru di siang hari untuk melepaskan melatonin dan membantu pengaturan 'ritme sirkadian' normal. Melatonin mendorong pembersihan dari beberapa kerusakan yang terjadi pada siang hari.
"Jika Anda terkena cahaya biru yang berlebihan, terutama di malam hari, hal itu justru dapat melakukan hal sebaliknya dan menghambat pelepasannya dan menyebabkan masalah pada tidur," ujarnya, dikutip dari laman Cosmopolitan.
Sementara, siklus tidur dan bangun yang terganggu dapat berdampak buruk pada sistem kekebalan tubuh, siklus menstruasi, dan aktivitas.