PGI Bakal Surati Presiden Jokowi Terkait Nasib KPK
PGI meminta Presiden Jokowi segera mengambil tindakan penyelamatan KPK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengaku akan menyurati Presiden Joko Widodo. Hal tersebut dilakukan menyusul keprihatinan atas polemik 75 pegawai KPK berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Kami sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) belakangan ini," kata Ketua PGI Gomar Gultom di Jakarta, Jumat (28/5).
Dia mengatakan, pengiriman surat itu dilakukan agar Presiden Jokowi segera mengambil tindakan penyelamatan KPK ini dari upaya-upaya pelemahan yang terjadi. Menurutnya, tersingkirnya 75 pegawai yang selama ini berkinerja baik serta berintegritas dikuatirkan akan membuat para penyidik lain berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional di masa depan.
"Mereka karena kuatir mereka di-TWK-kan dengan label radikal. Dan kita semakin kuatir, karena mereka yang dipinggirkan ini banyak di antara mereka yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan," katanya.
Seperti diketahui, tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus semenetara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
BKN mengklaim pemecatan terhadap 51 pegawai KPK itu tidak merugikan mereka. Dengan demikian, pemecatan tersebut tidak mengabaikan arahan presiden yang meminta alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai.
"Tidak merugikan pegawai, bisa saja dia mendapat hak sebagai pegawai ketika dia diberhentikan. Dan, itu tidak akan langsung diberhentikan karena mereka sebagai pegawai KPK punya kontrak kerja," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa 24 pegawai sisanya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan. Dia mengungkapkan, mereka juga diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sebelum mengikuti pendidikan.
"Pada saat selesai pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara. Kalau kemudian yang bersangkutan itu tidak lolos yang bersangkutan juga tidak bisa diangkat jadi ASN," katanya.