Wamenkes: Rokok Penyebab Kematian Kedua Terbesar
Wamenkes mengatakan rokok menjadi penyebab kematian kedua terbesar di Indonesia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengemukakan kebiasaan merokok menyumbang presentase angka kematian terbesar kedua di Indonesia setelah hipertensi.
"Jadi kalau kita lihat, merokok menyumbang angka nomor dua penyebab kematian dan komorditas setelah hipertensi, jumlahnya di atas diabetes dan obesitas," katanya kepada wartawan dalam konferensi pers virtual terkait Peringatan Hari Tembakau Sedunia 2021, Senin (31/5).
Dante mengatakan, kondisi global menunjukkan bahwa sekitar 7,1 persen penyebab kematian adalah penyakit tidak menular yang membunuh 36 juta orang per tahun berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2018. Di Indonesia berdasarkan faktor risiko kematian antara lain tekanan darah tinggi atau hipertensi 28 persen, merokok 17,3 persen, diet tidak sehat 16,4 persen, gula darah tinggi 15,2 persen, obesitas 10,9 persen dan kurang aktivitas fisik 1,4 persen.
Menurut Dante, kebiasaan merokok merupakan salah satu risiko kedua terbesar penyebab kematian, sehingga banyak penyakit tidak menular yang berhubungan erat dengan merokok seperti kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit paru oktsotivcoronis, stroke, serta penyakit yang berhubungan dengan kanker lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mempunyai tingkat perokok aktif yang sangat tinggi. Perokok laki laki di Indonesia tertinggi nomor tiga di dunia setelah India dan China. Prevalansi perokok anak anak usia 10-18 tahun, kata Dante, meningkat 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 tahun 2018.
"Data perokok elektronik meningkat drastis dari 1,2 persen tahun 2016 menjadi 10,9 tahun 2018, ini membuat kita prihatin karena perokok di Indonesia menjadi salah satu yang paling aktif dibandingkan negara lain," katanya.
Pada 2020, kata Dante, WHO melaporkan penggunaan tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun yang terdiri atas 7 juta orang pengguna aktif tembakau, sedangkan 1,2 juta orang merupakan perokok pasif. Selain itu, kerugian ekonomi akibat rokok juga besar berdasarkan data dari 152 negara tahun 2018 menunjukkan setiap tahun total kegiatan ekonomi atau pengeluaran kesehatan dan kerugian produktivitas adalah sebesar 1.436 miliar dolar atau sebesar Rp20,638 triliun.
"Setara dengan 1,8 persen dari Pendapatan Nasional Bruto (PNB) tahunan dunia," katanya.
Dante menambahkan komitmen berhenti merokok merupakan perubahan perilaku individu yang membawa dampak positif pada orang di sekitarnya. "Untuk itu, dukungan sosial, teman, keluarga, tenaga kesehatan diperlukan bagi para perokok untuk berkomitmen berhenti merokok," katanya.