Pancasila Sebagai Living Ideology
Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa.
Oleh : Cecep Darmawan, Guru Besar Ilmu Politik dan Ketua Prodi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan UPI
REPUBLIKA.CO.ID, Sejak diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahir Pancasila. Peringatan ini merupakan ikhtiar bersama untuk membangkitkan memori kolektif-kolegial bangsa terkait falsafah, dasar negara, dan ideologi Pancasila. Hal ini sebagaimana tercantum dalam salah satu konsideran Keppres No. 24 Tahun 2016 bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tema dalam peringatan hari lahir Pancasila pada 1 Juni 2021 ini sebagaimana diusung oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI), ialah “Pancasila dalam Tindakan: Bersatu untuk Indonesia Tangguh”. Jika mencermati tema tersebut, pada dasarnya dimaksudkan untuk menjadikan Pancasila sebagai living ideology.
Artinya, Pancasila merupakan ideologi yang hidup dalam setiap tekad, sikap, perilaku, dan tindakan seluruh warga negara Indonesia. Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa di masyarakat yang bersumber dari nilai-nilai agama dan sosial budaya. Nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi hikmah kebijaksanaan, dan keadilan sosial pada hakikatnya telah tercermin dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu kala.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, Pancasila merupakan rahmat bagi bangsa dan negara Indonesia. Bangsa Indonesia patut harus bersyukur kepada Allah Yang Maha Kuasa karena telah memiliki Pancasila sebagai living ideology dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bahkan yang membedakan ideologi Pancasila dengan ideologi lain ialah sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Berbeda dengan negara-negara sekuler yang justru mengesampingkan nilai-nilai religius dalam kehidupan kebangsaannya. Nilai-nilai agama menjadi ruh bagi Pancasila.
Dalam kaitan Pancasila sebagai living ideology, Bung Karno dimaknai Pancasila sebagai “meja statis” yang menjadi dasar, esensi atau asas persatuan dan kesatuan bangsa, sekaligus “Leitstar” atau bintang pimpinan yang dinamis, yang menjadi pemandu arah bagi kehidupan dan perkembangan bangsa ini ke depan. Bung Karno pun kerap menyebut Pancasila sebagai sebagai “philosofische grondslag” atau dasar falsafah, sekaligus “weltanschauung” atau pandangan dunia atau pandangan hidup negara dan bangsa Indonesia yang mondial.
Pancasila sebagai living ideology meskipun sudah final, dalam artian nilai-nilai utamanya tidak perlu diperdebatkan lagi. Akan tetapi harus terus dikaji, dipelajari, dan didiskusikan secara ilmiah di perguruan tinggi dan lembaga lainnya terkait dengan aspek filosofis, historis, maupun metode internalisasinya dalam konteks kekinian.
Ideologi Pancasila harus diamalkan dalam realitas kehidupan kebangsaan saat ini. Pancasila tidak boleh dijadikan instrumen kekuasaan atau sekedar identitas semu sebagai alat pukul bagi lawan politik. Pancasila pun tidak boleh dijadikan romantisme sejarah masa lalu semata. Bahkan jangan sampai pengamalan Pancasila terjebak dalam verbalisme formalitas semata.
Terlebih, jika kita cermati kehidupan kebangsaan hari ini, masih banyak yang perlu kita renungkan dan refleksikan terkait implementasi nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Pancasila dihadapkan oleh berbagai tantangan dan ancaman yang bersifat multidimensional.
Dalam bidang ideologi, Pancasila mengalami rongrongan dari ideologi komunisme, liberalisme, dan kapitalisme. Kehidupan politik saat ini pun mengalami polarisasi kekuatan politik yang diakibatkan oleh framing politik di media.
Pada aspek hukum dan kebijakan pun banyak yang belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah produk undang-undang yang dibentuk oleh DPR selama ini kerap dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pada aspek ekonomi, Pancasila dihadapkan pada tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami minus/penurunan yang signifikan akibat pandemi covid-19. Adanya pandemi Covid-19 pun membawa tantangan pada bidang sosial budaya.
Interaksi sosial antarmasyarakat mengalami berbagai hambatan dan masih ditemukan konflik-konflik horizontal. Terakhir dalam aspek pertahanan dan keamanan negara, terjadi berbagai ancaman yang bersifat soft power seperti proxy war, asymmetric war, dan cyber war yang dapat merusak integrasi bangsa dan negara.
Untuk itu, dengan mewacanakan dan mengamalkan Pancasila sebagai living ideology, diharapkan seluruh elemen bangsa mampu merevitalisasi nilai-nilai ideologi Pancasila dalam konteks kekinian yang lebih relevan dengan tantangan kebangsaan. Pancasila harus menjadi lokomotif dalam mencapai tujuan nasional (national interest) bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Pancasila pun harus memicu imajinasi keberkahan bagi bangsa Indonesia dalam merumuskan kondisi peradaban Indonesia di masa depan.
Tentunya berbagai hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila secara konsisten dan berkelanjutan. Upaya ini dapat dimulai dari para pemimpin bangsa, elite politik, pemangku kebijakan, akademisi, para tokoh masyarakat, dan berbagai elemen lainnya sebagai aktor utama guna merumuskan pemikiran maupun agenda setting program dan kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Sikap dan perilaku negarawan para elite, misalnya dengan memberikan alternatif secara konkrit guna menghadirkan serta mewujudkan kehidupan masyarakat yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, mengembangkan rasa kemanusiaan dan toleransi. Selain itu meningkatkan partisipasi masyarakat secara kolaboratif dan gotong royong dalam pembangunan nasional, mewujudkan demokrasi deliberatif yang penuh hikmah dan kebijaksanaan, serta menciptakan keadilan dan kesejahteraan baik secara rohani dan jasmani di tengah-tengah masyarakat, serta menjauhi korupsi dan menghindari diri dari hidup bermewah-mewahan.
Jika berbagai kondisi tersebut telah tercermin dalam kehidupan masyarakat, maka sejatinya Pancasila sebagai living ideology bukan hanya konsep belaka. Semoga Pancasila benar-benar dapat menjadi living ideology yang mampu menghidupkan suasana kebangsaan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana amanat dan cita-cita para pendiri bangsa.