Wanita Nonmuslim Kanada Berjilbab Usai Serangan Islamofobia
IHRAM.CO.ID, LONDON -- Puluhan perempuan Muslim dan non-Muslim mengenakan jilbab pada Jumat (18/6) di kota London, Kanada, di provinsi Ontario tengah-timur. Acara bertemakan "Hijabs for Harmony" ini menarik banyak peserta di London.
Acara ini memang sengaja dirancang untuk memerangi kebencian anti-Muslim, menyusul serangan teroris yang dilakukan terhadap satu keluarga muslim beberapa waktu lalu.
Acara "Hijabs for Harmony" dimulai sejak pukul 17.00 waktu setempat dan menampilkan beberapa pembicara dari Asosiasi Muslim Kanada (MAC). Kemudian, dilanjutkan dengan jalan-jalan solidaritas di sekitar Victoria Park dan mengheningkan cipta untuk korban.
"Di saat banyak perempuan takut untuk keluar rumah dengan jilbab mereka, karena sekarang mereka telah menjadi minoritas yang terlihat, dukungan ini mendorong mereka untuk melanjutkan pilihan yang telah mereka ambil,” kata Londoner and Muslim Association of Anggota Kanada Reem Sultan, dilansir dari About Islam, Senin (21/6).
Acara tersebut merupakan bagian dari sejumlah pertemuan yang diadakan di seluruh negeri, untuk mendorong pemerintah mengatasi masalah Islamofobia di Kanada.
Korban-korban dalam peristiwa nahas itu di antaranya Salman Afzaal (46), Madiha Salman (44), Yumna Afzaal (15), dan Talat Afzaal (74) yang meninggal pada Ahad, 6 Juni, ketika tersangka, Nathaniel Veltman (20), menggunakan truk pick-up hitam menabrak satu keluarga tersebut di pinggir trotoar saat hendak menyebrang.
Setelah serangan itu, Sultan mengatakan dia dan keluarganya takut dan bertanya-tanya apakah mereka harus meninggalkan rumah mereka karena mengenakan jilbab.
“Untuk mengatasinya adalah tujuan saya dan tujuan perempuan lainnya, kita tidak bisa disandera ketakutan atau serangan Islamofobia itu," kata Sultan.
“Pesan terpenting adalah dengan pengetahuan kita bisa mendobrak hambatan. Jangan ragu untuk bertanya karena banyak perempuan Muslim akan menyambutnya," tambah dia.
Seorang warga London, Barbara Legate yang juga seorang non-muslim hadir dalam acara Hijabs for Harmony. Menurutnya, penting untuk menunjukkan solidritas dengan perempuan muslim di Kanada, karena perempuan kerap menjadi target kekerasan.
Ia juga berpendapat, bahwa acara Hijabs for Harmony terinspirasi dari kegiatan serupa di Selandia Baru, usai serangan teror di Masjid Christchurch pada 2019 lalu. Ia juga tidak ingin, sikap perempuan Muslim Kanada berubah, dengan menjadikan jilbab hanya sebagai kostum.
“Karena itu (jilbab) sangat penting bagi perempuan muslim untuk memakainya. Kami ingin tampilan yang layak kami hadirkan bersama Anda,” kata Legate.
Legate mengaku, usai mengikuti acara tersebut akan menaruh jilbabnya di laci, tetapi berbeda dengan perempuan muslim. Ia berharap, mereka tetap menggunakan jilbab tersebut tanpa perasaan khawatir.
Serangan itu terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang serangan Islamofobia di provinsi-provinsi di seluruh Kanada, dan seruan yang meluas kepada pihak berwenang untuk mengatasi rasisme, kekerasan yang dimotivasi oleh kebencian, dan prevalensi kelompok sayap kanan.
Statistik Kanada pada Maret mengatakan, bahwa kejahatan kebencian yang dilaporkan polisi yang menargetkan Muslim naik sedikit menjadi 181 insiden pada 2019. Itu naik dari 166 insiden tahun sebelumnya.