Covid-19 Meningkat di Inggris, Venue Wembley Disorot

Wembley direncanakan akan jadi tempat gelaran semifinal dan final.

EPA-EFE/VICKIE FLORES
Seorang pekerja konstruksi berjalan di depan Stadion Wembley menjelang turnamen sepak bola UEFA EURO 2020 di London, Inggris, 11 Juni 2021.
Red: Gilang Akbar Prambadi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Badan sepak bola Eropa, UEFA, diminta oleh pejabat Uni Eropa untuk mempertimbangkan ulang rencana mereka menggelar pertandingan semifinal dan final Piala Eropa di Stadion Wembley mengingat Inggris tengah mengalami lonjakan kasus Covid-19. Di tengah lonjakan kasus yang didorong merebaknya varian Delta di Inggris, UEFA pekan lalu sempat menegaskan komitmen mereka untuk tetap menyelenggarakan dua pertandingan semifinal dan final Euro 2020 di Wembley pada 6, 7 dan 11 Juli mendatang.


UEFA bahkan mengumumkan penambahan izin kehadiran penonton yang meningkat jadi 75 persen kapasitas Wembley untuk ketiga pertandingan itu atau sekira 60 ribu kursi. "Akan ada begitu banyak orang dan wacana penambahan keterisian stadion, kami sangat kuatir akan varian Delta yang begitu nampak seharusnya jadi peringatan bagi UEFA untuk melakukan pertimbangan hati-hati," kata Wakil Presiden Komisi Eropa Uni Eropa Margaritis Schinas dilansir Reuters, Rabu (30/6).

Schinas, yang secara nomenklatur membawahi kebijakan kesehatan masyarakat Uni Eropa, mengatakan, ada asimetri yang harus dipertimbangkan terkait kebijakan pembatasan perjalanan dari pemerintah Inggris sedangkan di sisi lain mereka bersiap menyambut kedatangan orang dalam jumlah besar dari luar negeri.

Regulasi yang berlaku saat ini para pemegang tiket harus membuktikan hasil tes negatif Covid-19 maupun keterangan sudah menjalani vaksinasi penuh untuk hadir ke Wembley.Kendati demikian, belum ada tanda-tanda Inggris bakal melonggarkan aturan lain tentang karantina 10 hari bagi pendatang dari luar negeri.

"Saya pikir pertimbangan obyektif ini harus membuat UEFA meninjau dengan hati-hati tentang situasi semifinal dan final," kata Schinas.

"Dan saya merasa punya dukungan untuk mengatakan ini karena melihat Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Italia Mario Draghi dan banyak anggota Uni Eropa lainnya mengutarakan kekhawatiran serupa," ujarnya menegaskan.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler