Sidebar

Lima Rekonstruksi Tauhid dalam Ibadah Haji

Wednesday, 30 Jun 2021 18:05 WIB
Lima Rekonstruksi Tauhid dalam Ibadah Haji. Foto: ilustrasi Jamaah Haji Nigeria

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Ibadah haji memiliki hikmah dalam merekonstruksi tauhid atau pengesahan terhadap Allah SWT. Dr KH Asep Zaenal Ausop, M.Ag mengatakan ada lima bagiam dalam Ibadah haji yang di dalamnya ada proses rekonstruksi tauhid.

Baca Juga


Pertama tauhid dalam talbiyah.

Di dalam Talbiyah terdapat kalimat "Segala puji dan nikmat adalah milikmu sama demikian juga segala kekuasaan." Ungkapan ini kata KH Asep merupakan sikap tauhid bahwa jamaah haji berjanji untuk bersikap pasrah tawakal dan merendahkan hati hanya kepada Allah dalam menghadapi apapun yang akan terjadi, baik hinaan, ketidaknyamanan, ketidaknikmatan, atau perilaku orang lain yang terasa kurang menghargai kita. 

"Ungkapan yang lebih tegas terdapat pada kalimat 'La syarika lak' (tidak sekutu bagimu). Maknanya ialah bahwa segala aktivitas haji dari awal hingga akhir semata-mata untuk menyambut dan menaati panggilan Allah.

"Ia steril dari motif politik, ekonomi, prestise sosial atau motif-motif dunia lainnya," katanya.

Kedua, Tauhid dalam tawaf

 

Salah satu pilihan bacaan tawaf adalah Subhanallah, Walhamdulillah, Wala ilaha illallah wallahu akbar wala haula wala quwwata illa Billah" (Maha Suci Allah segala puji bagi Allah, Tiada Tuhan selain Allah  Allah Maha Besar, serta tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah).

KH Asep mengatakan, kalimat Subhanallah mengandung makna bahwa Allah itu maha suci; sedangkan jamaah haji itu kotor oleh dosa dan kesalahan. Karena itu seorang jamaah haji harus berusaha untuk tidak dan jangan sekali-sekali menghina orang lain. 

"Walaupun hanya di dalam hati," katanya.

Kalimat Lailahaillallah mengandung makna bahwa kita tidak sudi diperbudak oleh harta, jabatan, suami, Istri, anak, dan yang lainnya. Kita hanya siap untuk ridha diperbudak oleh Allah SWT. 

Kalimat Allahu Akbar mengandung makna bahwa Allah itu Maha Besar sedangkan manusia sangat kecil dan lemah. Karena itu, manusia sangat tidak layak untuk bersikap sombong kau arogan dan merasa paling benar atau paling suci.

Kalimat La haula wala quwwata illa billah mengandung makna bahwa kita tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa daya dan kekuatan dari Allah SWT. Karena itu, kita tidak layak bersikap sombong ketika sukses atau bersikap frustasi ketika gagal. Jadi, secara keseluruhan, kalimat Talbiyah sangat sarat muatan dan esensi tauhid.

"Mampukah kita mengamalkan hikmah tersebut hingga menjadi hajjan mabruran?," katnya.

Ketiga Tauhid Saat Mencium Hajar Aswad

Hajar Aswad atau batu hitam terletak di sudut Ka'bah. Di dalam haji, mencium Hajar Aswad merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Saat itu, kita mengesampingkan akal rasio. Padahal, sangat mungkin bahwa rasio akan bertanya heran, mengapa sebuah batu harus dicium. 

Namun, dengan sikap tauhid (ittiba) jamaah haji menciumnya tanpa bertanya 'whay' jika mungkin, ciuman lah batu tersebut (istiqbal). Jika tidak mungkin, cukuplah diusap dengan telapak tangan kanan, lantas telapak tangan itu dicium (istilam)  jika itupun tidak mungkin dilakukan karena berdasarkan dan karena rapat cukuplah dengan isyarat.

"Yakni mengangkat tangan kanan dan diarahkan ke Hajar Aswad, tanpa dicium," katanya.

Akan tetapi pada kenyataannya banyak orang yang memaksakan diri untuk menciumnya. Padahal upaya ini berpotensi mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Karena itu, sejatinya di depan Ka'bah, setiap jamaah haji bisa meningkatkan ketahui adanya. 

"Tetapi, pada saat yang sama, dia pun bisa melakukan perbuatan maksiat terhadap Allah dan orang lain," katanya.

Keempat, Tauhid dalam salat Sunnah tawaf.

Pada rakaat pertama dan kedua ada bacaan Al Fatihah. Isi surat ini antara lain, pernyataan dan penegasan diri bahwa hanya kepada Allah kita mengabdi dan hanya kepada Allah lah kita memohon pertolongan. Lalu, surah yang dibaca pada rakaat pertama adalah Al-kafirun. Isinya adalah penegasan bahwa kita tidak akan pernah menyembah apa yang disembah oleh kaum kafir. 

Mereka juga tidak perlu bekerja sama untuk menyembah Allah SWT. Sejatinya, ini adalah pernyataan tauhid bahwa tidak ada toleransi di dalam kekufuran, apapun bentuknya. Dan pada rakaat kedua membaca surat al-Ikhlas. Surat ini pun menegaskan kembali bahwa Tuhan kita hanya satu. 

"Dialah Allah yang Maha yang Maha Esa, Esa Absolut yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dilahirkan," katanya

Kelima, Tauhid dalam buku titik bacaan yang paling banyak dibaca selama berhukum di Arafah adalah Lailahaillallah Al Hayyu Al Qayyum, (Tiada Tuhan selain Allah yang Maha hidup dan maha berdiri sendiri). 

Bacaan lain yang paling sering dibaca adalah surah Al-Kkhlas. Kedua bacaan ini dibaca berulang-ulang untuk mengukuhkan hati bahwa Allah adalah Maha Esa. Dia Maha Hidup tidak pernah ngantuk apa lagi tidur. Dialah Tuhan yang mengurus segenap makhluk di sepanjang waktu.

Karena itu, dengan pemahaman seperti ini dalam melaksanakan ibadah haji, jamaah haji harus bersikap 'Samina wa Athona' (kami dengar dan kami taat).

"Ungkapan ini merupakan sikap tauhid ittiba (mengerti atau tidak, terpaksa maupun maupun sukarela, orang mukmin wajib mentaati Allah tanpa reserve," katanya.

 

 

 

Berita terkait

Berita Lainnya