Sidebar

Seni Membaca Karakter Wajah dan Tubuh pada Periode Ottoman

Thursday, 01 Jul 2021 13:35 WIB
Saat ini seni membaca wajah dikenal sebagai fisiognomi.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Salah satu cabang ilmu dalam budaya Turki adalah Ilm Ilm-i kıyafet dan ilm-i sima yang mempelajari tentang karakter dan kebiasaan orang berdasarkan penampilan luar, yaitu tubuh. Dulu orang-orang kuno sangat mementingkan hubungan antara perangai dan karakter seseorang.

Saat ini seni membaca wajah dikenal sebagai fisiognomi. Banyak yang mengatakan, seni membaca wajah berasal dari Cina. Pada 3000 sebelum Masehi, dokter Tingkok dilarang menyentuh wanita sehingga memperoleh kemampuan untuk mendiagnosis penyakit dengan melihat dari jauh. Mereka menemukan ada hubungan antara penampilan dan ekspresi wajah seseorang dengan kesehatan dan karakter mereka.

Dokter Yunani Hippocrates mendapat manfaat dari pengetahuan ini dalam diagnosis dan pengobatan beberapa penyakit. Bahkan, Plato dan Aristoteles juga menangani masalah ini. Orang-orang Arab kuno membuat penentuan dengan melihat jejak kaki. Ini disebut kıyafe atau firase yang berarti melacak dalam bahasa Arab. Mereka yang ahli dalam ilmu ini disebut kaif atau faris. Seiring berjalannya waktu, cabang ilmu ini berkembang.

Dengan penemuan kamera, pengenalan menjadi lebih mudah. Secara khusus, Sultan Ottoman Abdülhamid II sangat menghormati pentingnya fotografi dalam identifikasi dan penunjukan pejabat. Dia akan mencoba menebak karakter orang dari foto dengan ekspresi serius, jenis yang biasanya diambil untuk visa dan paspor dan dia biasanya menebak dengan benar.

Ilm-i kıyafet dan ilm-i sima adalah metode ilmiah yang dapat memberikan informasi untuk ilmu-ilmu seperti kedokteran, psikologi, dan pedagogi. Informasi ini dikembangkan berdasarkan dua prinsip. Yakni transfer pengalaman selama berabad-abad dan perbandingan yang dibuat dengan hewan. Misal, individu berdada lebar diibaratkan singa dan dianggap memiliki sifat pemberani.

Informasi yang diberikan dari ilm-i kıyafet dan ilm-i sima tidak dilihat sebagai ramalan tapi dievaluasi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang sistematis. Orang-orang mencoba mengambil manfaat darinya, tidak hanya dalam pengobatan tapi dalam politik dan kehidupan sosial.

Banyak teks serius tentang hal ini di dunia Arab dan Persia. Orang Turki juga menulis teks yang sangat penting tentang hal ini yang disebut kıyafet-şinas (pengaku-tubuh) dan sima-şinas (pengaku-wajah). Semua nama penting dalam birokrasi dan komando militer Kesultanan Utsmaniyah dipilih melalui ilmu ini.

Fakhr al-Din al-Razi (1149-1210) yang merupakan salah satu otoritas dalam disiplin tafsir Alquran dan ulama sufi terkenal Ibn Arabi (1165-1240) dianggap sebagai master ilmu ini. Ada informasi tentang ilmu ini dalam buku terkenal Kutadgu Bilig, salah satu buku tertua dalam sastra Turki yang ditulis oleh negarawan Yusuf Khass Hajib Balasguni hidup pada abad ke-11.

Seperti disebutkan sebelumnya, informasi ini tercermin dalam puisi dan banyak karya yang disebut kıyafetname ditulis di era Ottoman. Kyafetname tertua yang telah mencapai zaman adalah karya 153 bait penyair Hamdullah Hamdi. Hamdullah Hamdi adalah putra bungsu Akshamsaddin, salah satu guru sufi Sultan Mehmed II.

Dilansir Daily Sabah, Kamis (1/7), menurut ayat Alquran, penciptaan manusia adalah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Dalam sabda Nabi Muhammad, manusia adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk lain. Hubungan antara moralitas dan penampilan manusia disorot dalam ayat Alquran. Contohnya dalam surat Al-Fath ayat 29 yang menyebut “Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud.”

Seorang penyair Utsmaniyah pernah berkata “Siapa pun yang memiliki wajah cantik, dia memiliki moral yang baik.” Ekspresi wajah cantik yang dimaksud bukan hanya kecantikan fisik melainkan keindahan dalam tersenyum, mencintai, dan termasuk orang-orang yang positif. Situasi ini digambarkan sebagai memiliki cahaya surgawi di wajah.

Hal utama dalam budaya Islam adalah selalu mengenal diri sendiri dan memperbaiki akhlak. Erzurumlu Ibrahim Hakki berkata “Manusia yang diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baiknya dengan meniup dari rohnya, tidak memiliki bentuk dan peringai yang sama. Dalam hal ini, seseorang harus mengenal dirinya sendiri dan berhati-hati untuk memperbaiki perilakunya. Jika dia kemudian melihat penampilan orang-orang di sekitarnya dan belajar tentang akhlak mereka, maka penghidupannya akan lebih baik. Dia tidak menyakiti siapa pun atau disakiti oleh siapa pun.”


Berita terkait

Berita Lainnya