Peneliti: Varian Delta Berbeda dari Strain Asli
Varian delta dinilai lebih tangguh dan cepat karena melakukan beberapa mutasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian delta sangat mudah menular menyebar dengan cepat di AS. Kondisi itu mendorong anjuran menggunakan masker lagi, terlepas dari status vaksinasi.
Strain B.1.617.2, pertama kali diidentifikasi di India dan terkait dengan lonjakan kedua yang mematikan di negara itu. Diperkirakan menyebar 40-60 persen lebih cepat daripada varian Alpha yang mendominasi AS pada April.
“Tampaknya varian delta lebih tangguh dan cepat karena melakukan beberapa mutasi, yang memberi kemampuan mengecoh sistem kekebalan dan unggul dibandingkan strain lain,” kata spesialis penyakit menular, ahli epidemiologi dan staf pengajar di Sekolah Kedokteran David Geffen di UCLA, dr Ravina Kullar dilansir Fox News, Senin (5/7).
Kullar mencatat empat dari setidaknya 13 mutasi berada dalam pengkodean gen untuk protein lonjakan virus (D614G, T478K, L452R dan P681R), yang memicu kekhawatiran mampu mengelabugi vaksin dan meningkatkan penyebaran virus. Namun, Kullar mengutip sebuah penelitian di Inggris, yang menemukan dua dosis vaksin Pfizer dan AstraZeneca sangat efektif (masing-masing 96 persen, 92 persen) dalam menghentikan kasus varian delta.
Orang yang belum mendapat vaksinasi rentan terhadap peningkatan risiko rawat inap dan hasil yang buruk setelah infeksi. Mutasi membuat antibodi manusia kurang berhasil dalam menyerang virus, sehingga meningkatkan penularannya.
Kepala penyakit menular dan ahli epidemiologi rumah sakit di Mount Sinai South Nassau, dr. Aaron E. Glatt mengatakan, satu mutasi memungkinkan virus mengikat sel saluran napas manusia lebih erat, menghasilkan lebih banyak infeksi dan viral load yang lebih tinggi pada orang yang terinfeksi, dibandingkan dengan jenis aslinya. Pun mutasi lain melemahkan kemampuan sistem kekebalan untuk merespons.
“Secara keseluruhan, mutasi memungkinkan virus varian delta menyebar lebih cepat dan membuat orang yang terinfeksi lebih parah,” ujar profesor dan ketua departemen imunobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Arizona, dr. Janko Nikolich-Zugich.
Meski begitu, dia menyebut orang yang menerima dosis lengkap dari vaksin yang disetujui, tampaknya terlindungi dengan baik bahkan dari delta. “Mereka yang tidak diimunisasi mungkin mengalami penyakit yang sangat sulit dan mungkin mematikan,” kata Nikolich-Zugich.
Penyebaran cepat dari varian delta yang mengkhawatirkan itu menekankan perlunya vaksinasi. "Ketika SARS-CoV-2 terus menyebar, ia akan terus membuat salinan. Jika kita tidak memperlambat penyebarannya, maka 'perlombaan varian' akan terus berlanjut,” ujar profesor kedokteran dan onkologi di Johns Hopkins School of Medicine, Stuart C. Ray.
Banyak laporan juga mencatat adanya varian "delta plus,” yang digambarkan Kullar sebagai keturunan varian delta, dan menyimpan mutasi lain pada protein lonjakan, K417N. Dia menulis varian itu meningkatkan penularan, dengan pengikatan yang lebih kuat pada reseptor sel paru-paru dan potensi pengurangan kemanjuran antibodi monoklonal. Dia mengatakan berbedaan antara varian delta dan delta plus dalam hal penularan belum ditentukan.
“Saat ini, varian delta daripada varian delta plus tampaknya menjadi pendorong utama peningkatan kasus di bagian AS dengan tingkat vaksinasi yang rendah,” kata Kullar.