Donald Trump Gugat Mark Zuckerberg
Trump menggugat Facebook, Twitter, dan Google.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggugat Facebook, Twitter, dan Google Alphabet. Trump mengajukan tiga gugatan class action terpisah di pengadilan federal di Florida terhadap Mark Zuckerberg dari Facebook, Jack Dorsey dari Twitter, dan Sundar Pichai dari Google.
Trump menuntut tiga raksasa teknologi itu untuk memulihkan akun media sosialnya, bersama dengan ganti rugi. Tim hukum Trump, dipimpin oleh John P Coale, seorang pengacara pengadilan yang terlibat dalam tuntutan hukum terhadap perusahaan tembakau besar.
“Kami akan meminta pertanggungjawaban teknologi besar,” kata Trump saat konferensi pers di Trump National Golf Club Bedminster di New Jersey. "Jika mereka bisa melakukannya untuk saya, mereka bisa melakukannya untuk siapa saja," ujarnya, dilansir Bloomberg, Kamis (8/7).
Twitter secara permanen melarang Trump pada Januari karena perannya dalam memicu massa yang menyerang Capitol pada 6 Januari. Sementara Facebook bulan lalu mengatakan, akun Trump akan tetap ditangguhkan selama dua tahun, dan kemungkinan diaktifkan kembali pada 2023 jika risiko terhadap keselamatan publik telah mereda.
YouTube juga membekukan akun Trump setelah kerusuhan 6 Januari. Sejauh ini video mantan presiden itu masih dapat diakses, tetapi dia tidak diizinkan mengunggah video baru. Kepala Eksekutif YouTube Susan Wojcicki mengatakan, perusahaan akan mengubah kebijakannya ketika memutuskan bahwa risiko kekerasan telah berkurang.
Facebook, Google dan Twitter menolak mengomentari gugatan tersebut. Kelompok advokasi teknologi, NetChoice, mengatakan, gugatan itu menunjukkan kesalahpahaman yang disengaja tentang Amandemen Pertama dan tidak berdasar. "Presiden Trump tidak memiliki kasus. Amandemen Pertama dirancang untuk melindungi media dari Presiden, bukan sebaliknya," kata CEO NetChoice Steve DelBianco.
Trump berusaha untuk membatalkan undang-undang federal yang melindungi perusahaan internet dari tanggung jawab atas konten yang diunggah oleh pengguna. Section 230 dari Undang-Undang Kepatutan Komunikasi tahun 1996, melindungi platform media sosial dari tuntutan hukum yang menuduh mereka menghapus unggahan atau akun secara tidak adil. Amandemen Pertama melarang pemerintah memaksa perusahaan teknologi untuk meninggalkan atau menghapus kategori unggahan tertentu.
Dalam tuntutan hukum, Trump berpendapat bahwa perlindungan di bawah Section 230 berarti, perusahaan media sosial harus dianggap sebagai aktor pemerintah yang dapat dituntut.
Saat menjabat, Trump mencoba membuat Kongres menghapus Section 230 dengan mengancam akan memveto RUU pengeluaran Departemen Pertahanan. Demokrat juga telah mengusulkan undang-undang untuk membatasi perisai hukum guna mendorong perusahaan teknologi agar lebih agresif menyingkirkan platform mereka dari kefanatikan, penyalahgunaan, dan pelecehan.
Perusahaan teknologi sebagian besar menolak perubahan undang-undang tersebut. Mereka khawatir bahwa proliferasi tuntutan hukum akan memaksa mereka untuk menekan konten buatan pengguna yang mengalir bebas. Namun, dalam beberapa bulan terakhir Zuckerberg dan Dorsey telah menyatakan keterbukaan untuk reformasi Section 230.