Anies Lakukan Refocusing Anggaran DKI untuk Tangani Covid-19
Refocusing anggaran di DKI artinya proyek tak prioritas dibatalkan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memastikan adanya pengalihan anggaran yang seharusnya disiapkan untuk berbagai program tahun ini untuk penanganan Covid-19 di Ibu Kota. Namun, Anies belum memerinci program yang akan ditunda dan dialihkan ke penanganan Covid-19.
"Tentu (akan melakukan refocusing). Tapi anggaran kan penyesuaiannya terus-menerus," ujar Anies di Balai Kota Jakarta, Kamis (8/7).
Dengan refocusing anggaran ini, Anies akan melakukan pembatalan sejumlah program, bahkan mungkin proyek yang seharusnya dijalankan tahun ini dengan kriteria seperti tidak memiliki urgensi tinggi atau bukan prioritas, anggarannya dialihkan untuk penanganan pandemi. Kebijakan ini sudah dilakukan Anies tahun 2020 dengan menggeser anggaran belanja untuk alokasi belanja aparatur sipil negara (ASN) dan memotongnya tiap bulan untuk digunakan sebagai biaya pengadaan bantuan sosial (bansos) 1,6 juta keluarga di Jakarta.
Namun, tahun 2021, menurut Anies, dana yang digunakan untuk penanganan Covid-19 nantinya bukan dari alokasi belanja gaji ASN lagi, melainkan dari pos belanja lainnya. Kendati demikian, Anies mengaku tak ragu menggeser anggaran demi penanganan Covid-19 karana keselamatan warga saat ini adalah prioritas utama.
"Bila dibutuhkan untuk menyelamatkan warga Jakarta maka kita akan alokasikan sesuai untuk kebutuhannya," katanya. Saat ini, Anies masih melakukan penyusunan untuk refocusing anggaran untuk nantinya diajukan ke DPRD DKI Jakarta.
Saat ini jumlahnya belum dipastikan karena situasi pandemi Covid-19 yang dinamis. "Dari bulan ke bulan pergeserannya terjadi. Jadi kalau Anda lihat data dua bulan lalu, pasti beda dengan bulan Juli ini. Karena sesudah bulan Juni ini kita menyaksikan lonjakan kasus," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, berpendapat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Ibu Kota mesti dibantu oleh pemerintah pusat dari segi anggaran karena saat ini postur Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta relatif rendah hingga semester pertama tahun 2021. "Bagaimana keuangan DKI, kalau keuangan DKI cukup, pemerintah pusat mengizinkan, bisa running PPKM Darurat. Tapi kalau pemerintah pusat tidak membantu, ekonomi DKI akan berantakan," kata Mujiyono, Rabu (30/6).
BPKD DKI Jakarta tengah melakukan penggeseran pos belanja untuk memaksimalkan serapan anggaran yang dinilai tidak optimal selama pandemi Covid-19. Langkah itu diharapkan dapat menutupi defisit anggaran penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi daerah.
"Kalaupun dilakukan refocusing, sudah sangat sedikit yang bisa. APBD itu kan cash flow tergantung duit masuk. Artinya, kalau angka-angkanya digeser bagaimana dengan cash flow DKI. Tetap yang jadi pertimbangan adalah realisasi PAD," katanya.
Dengan demikian, dia meminta pemerintah pusat dapat memberi bantuan anggaran untuk melaksanakan kebijakan PPKM Darurat tersebut. Berdasarkan data Bapenda DKI per Senin (21/6), realisasi penerimaan pajak DKI Jakarta baru mencapai Rp 11,08 triliun. Angka itu sama dengan 25,28 persen dari target perolehan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 sebesar Rp 43,84 triliun.