Ikhtiar dan Doa (Pengalaman Selama Dalam Perawatan Menghadapi Covid 19)
Terpapar Covid-19 bukanlah suatu aib yang harus ditutupi dan dirahasiakan.
Tanggal 16 dan 17 Juni Tahun 2021 lalu dua media cetak terkemuka nasional Republika dan Kompas di halaman depannya menampilkan Photo tentang suasana ketika beberapa warga menshalatkan jenazah pasien Covid 19. Pemberitaan mengenai pandemi Covid 19 pada dua media tersebut sampai hari ini menjadi tolok ukur kondisi di negara ini, bahwa kita sedang berperang sengit melawan Covid 19 dan beberapa warga telah menjadi korban meninggal. Jumlah pasien Covid 19 mengalami peningkatan yang ekstrim, hal ini bisa dilihat bahwa sampai tanggal 11 Juli 2021 Jumlah pasien Covid 19 terkonfirmasi berdasarkan data kawalcovid19.id yaitu 2.527.203 pasien, 2.084.724 pasien sembuh, 376.015 pasien dalam perawatan dan 66.464 jiwa meninggal. Menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah untuk memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat di wilayah Jawa dan Bali sejak tanggal 3 hingga 20 Juli tahun 2021 mendatang mengingat jumlah pasien yang meningkat dan mulai kedodorannya fasilitas kesehatan yang ada untuk menjamin perawatan bagi pasien Covid-19.
Sebagai salah satu orang yang pernah merasakan dampak terpaparnya wabah Covid- 19 tepatnya di 2 minggu terakhir Ramadhan 1442 H lalu, saya merasa sangat bersyukur bisa kembali sembuh dan normal beraktifitas kembali meskipun proses penyembuhannya membutuhkan proses yang tidak sebentar. Saya dulu membayangkan terkena Covid-19 sama seperti sakit flu biasa saja, habis sembuh dari sakit aktifitas normal kembali seperti semula, ternyata faktanya tidak seperti yang dibayangkan juga karena pasca sakit kita harus memulihkan kondisi fisik kita agar bugar kembali. Terpapar Covid-19 bukanlah suatu aib yang harus ditutupi dan dirahasiakan, justru perlu keterbukaan kita agar siapa saja yang berinteraksi dengan kita dalam kurun waktu tertentu dapat mengantisipasi potensi resiko yang ada dari interaksi yang berlangsung.
Dinyatakan positif Covid 19 berdasarkan rapid antigen yang dilanjutkan dengan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan kejutan yang tidak saya bayangkan mengingat selama ini protokol kesehatan maupun pembatasan fisik sudah coba dilaksanakan secara benar, namun kita tidak tahu sumber itu darimana dan tidak menyalahkan dan mencari lebih detil juga siapa yang menularkannya. Saya mencoba menerima kondisi tersebut dengan tegar meskipun kondisi psikologis tetap susah untuk kompromi sehingga menyebabkan kondisi tubuh malah semakin menurun dalam proses Isolasi Mandiri (Isoman) yang saya jalani. Gejela-gejala penyakit yang selama ini hanya melintas dalam pemberitaan di ruang publik terbukti dengan tenggorokan yang mulai kering dan batuk-batuk, panas yang tinggi dan penciuman yang hilang selama hampir 4 hari. Ketika penciuman mulai normal harapan sembuh itu sudah terbayang, namun hasil observasi medis berkata lain, karena panas yang masih tetap tinggi maka dirujuklah saya ke Rumah Sakit. âMasya Allah, kok belum selesai juga sakit ini, saya kira sembuh yang lebih cepat dari kondisi umumnya tapi ini saya dapatkan malah berkebalikan, masih rawat inap pulaâ ujar dalam hati.
Mulailah babak baru dengan perawatan di Rumah Sakit sejak hari 9 dinyatakan positif, hari-hari dilalui di satu ruangan pada salah satu bangsal RS dengan penderita lainnya dengan tingkat sakit yang beda-beda. Saya masih beruntung bisa aktivitas mandiri mengingat beberapa pasien lainnya membutuhkan perawatan khusus dengan bantuan alat bantu oksigen. Kesibukan tenaga medis di bangsal tersebut saya rasakan dengan hilir mudiknya mereka memantau perkembangan pasien. Kondisi saya secara fisik mulai membaik, namun panas tubuh yang tidak kunjung stabil masih memerlukan tindakan khusus. Kurang lebih 10 suntikan termasuk juga konsumsi obat tiap harinya saya terima dalam kurun pengobatan itu.
Memang dalam fase pengobatan dukungan moral orang sekitar dan kestabilan pikiran menjadi obat plus dalam proses penyembuhan. Arus informasi yang terlalu liar kita konsumsi dan pemberitaan negatif seputar Covid-19 kadang malah menjadikan diri kita menjadi semakin tidak percaya diri atau minder, itulah mengapa pentingnya kita menyaring arus informasi melalui pemberitaan yang berseliweran di media massa maupun media sosial pada gawai kita. Pernah satu hari pasca secara intensif meng update berita meninggalnya beberapa publik figur karena terpapar Covid-19, badan ini terasa agak demam kembali sehingga diberikanlah tindakan dengan menyuntik beberapa obat yang berakibat badan lemas dan keringat dingin keluar walhasil lampu ruangan pun dimatikan supaya bisa tertidur. Terhenyak ketika mata terbuka sosok berpakaian putih sudah ada di dalam ruangan, seketika itu langsung kaget dan dalam hati berujar, âInnalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun, selesai sudah iniâ. Saya sudah mengira ini adalah akhir dari perjalanan hidup, namun di luar perkiraan dari pikiran liar yang selama ini berkecamuk sosok berbaju putih itu menyapa, âsudah bangun pak, gimana bisa tidur enakâ. Alhamdulillah ternyata sosok tadi adalah perawat berbaju Hazmat putih yang rutin melakukan pengecekan terhadap kondisi pasien. Berproses dengan mengikuti program perawatan, berjemur di pagi hari sambil melatih fisik agar tetap bugar maka di hari ke 15, Alhamdulillah dokter yang intensif melakukan monitoring terhadap pasien menyatakan hasil PCR saya sudah negatif dan diperkenankan meninggalkan Rumah Sakit. Rasa syukur dan senang tiada terkira di malam kemenangan Hari Raya Idul Fitri 1442 H saya diberkahi juga kemenangan melawan Covid 19. Suara Takbir, Tahlil dan Tahmid mengalun mengiringi kebahagiaan yang dianugrahkan-Nya.
Dalam muhasabah saya di saat terinveksi Covid 19 lalu, terbukti sudah bahwa Allah SWT telah memberikan nikmat yang luar bisa kepada kita dan kesempatan sehat untuk kembali beraktifitas normal kembali. Tidak terbayang semua fasilitas dan usaha untuk menuju sehat itu berapa nilainya, bandingkan dengan kondisi sehat yang kita dapatkan dan seringkali kita lalai dalam mensyukurinya. Hidup dan mati adalah menjadi Kuasa-Nya. Mengutip Firman Allah SWT dalam surat Al Anâam Ayat 60 yang artinya âDan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.â
Bertitik tolak pada ayat diatas saya meyakini bahwa jatah usia telah ditentukan kuotanya oleh Yang Maha Kuasa Allah SWT, tinggal kita mengisi kuota yang diberikan itu dengan amalan-amalan terbaik dan menjauhi larangan sesuai perintah-Nya. Menyikapi kondisi pandemi dan bahaya Covid-19 di sekitar kita tentunya perlu kita sikapi dengan bijak melalui ikhtiar menjalankan protokol kesehatan dan mengikuti program-program guna mendukung ketahanan kesehatan diri kita dalam aktifitas sosial, ibadah maupun pekerjaan. Dan ketika diantara kita tertimpa sakit maka bersabarlah dan janganlah berputus asa, tetaplah berpikir positif serta yakin untuk meminta pertolongan Allah dengan memperbanyak dzikir âHasbunallah Wanikmal Wakil, Nikmal Maula Wanikman Nasirâ yang artinya : "Cukuplah ALLAH sebagai penolong kami, dan ALLAH adalah sebaik-baik pelindung".