Sidebar

Manasik Haji: Konsekuensi Menyentuh Istri Saat Ihram

Thursday, 15 Jul 2021 06:00 WIB
Manasik Haji: Konsekuensi Menyentuh Istri Saat Ihram. Foto: Ilustrasi Pakaian Ihram

IHRAM.CO.ID,JAKARTA-- Menurut mazhab Hanafi, wajib membayar DAM bagi seseorang yang sedang ihram lalu mencium atau menyentuh istrinya disertai syahwat. Baik keluar mani ataupun tidak, atau onani dengan tangannya sendiri atau tangan istrinya.

Baca Juga


"Sebab hal ini termasuk yang dapat menimbulkan jimak yang mutlak haramnya," kata Gus Arifin dalam bukunya 'Ensiklopedi Fiqih Haji dan Umrah' edisi revisi.

Jika melakukan jimak pada salah satu kemaluan manusia meskipun lupa, atau dipaksa atau tertidur sebelum wukuf di Arafah, maka hajinya rusak atau batal dan wajib atasnya membayar DAM dengan tujuh ekor kambing atau seekor badana (unta). Haji yang rusak itu juga wajib dituntaskan, juga segera wajib diqadla  walau termasuk haji sunnah karena ia berkewajiban menyelesaikan ibadah hajinya.

Ibadah haji tidak rusak atau tidak batal apabila melakukan jimak setelah wukuf di Arafah dan sebelum bersyukur atau tawaf, tapi wajib menyembelih badanah. Sebab perbuatan tersebut termasuk janabah yang paling tinggi sehingga hukumnya pun berarti. 

"Jika melakukan jimak kedua kalinya, maka wajib DAM dengan seekor kambing saja, sebab jimak terjadi dalam Ihram yang sudah rusak," katanya.

Apabila jimak dilakukan setelah wukuf dan setelah bercukur, maka wajib membayar fidyah seekor kambing. Sebab ihram masih tetap ada pada hak wanita (istri). yak jimak terjadi antara tahallul awal dan tahalul  tsani.

"Siapa yang berjimak pada waktu umrah dan sebelum menyelesaikan empat putaran tawafnya, maka umrohnya rusak," katanya.

Sebab tawaf dalam umroh sama kedudukannya dengan hukum dalam haji (sebagai rukun). Ia wajib menuntaskan umroh yang rusak tadi dan wajib segera mengangkat anaknya serta wajib membayar DAM menyembelih kambing.

Jika jimak terjadi setelah menyelesaikan empat putaran tawaf namun sebelum bercukur, maka wajib membayar fidyah dengan seekor kambing dan umrahnya tidak rusak juga tidak mewajin qadla.

Menurut Mazhab Syafi'i dan Hanbali, jika itu terjadi sebelum tahallul awal, wajib fidyah dengan seekor unta. Jika tidak ada maka dengan seekor sapi. Jika tidak ditemukan maka dengan tujuh ekor kambing. Jika tidak didapatkan pula maka dengan seharga unta, yang dibelikan makanan untuk disedekahkan.

"Jika hal itu tidak mampu, maka berpuasa 1 hari untuk kafarat satu mud," katanya.

Jika jimak terjadi di antara dua tahun atau telah rusak ibadahnya, maka wajib menyembelih seekor kambing sebagaimana berfidyah atau DAM karena bercukur atau lainnya.

 

 

 

Berita terkait

Berita Lainnya