Penyelewengan Bansos Covid-19 yang Masih Terus Terjadi
KPK minta parameter penerima bansos harus segera diperbaiki Kemensos.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Amri Amrullah, Bambang Noroyono
Bantuan sosial (bansos) Covid-19 sudah digulirkan sejak pandemi melanda. Faktanya di lapangan temuan kebocoran, kecurangan, hingga praktik korupsi bansos masih saja ada.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kementerian Sosial (Kemensos) memperbaiki data penerima bansos. KPK juga mendesak kemensos segera menyelesaikan parameter yang menjadi kriteria penerima bansos berpaku pada keakuratan perbaikan data tersebut.
"Parameter disusun sederhana sehingga mudah dipahami dan menjadi standar bagi daerah untuk menentukan ukuran masyarakat miskin dan rentan miskin yang berhak menerima bantuan," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding, Rabu (4/8).
Ipi mengatakan, data Kemensos sebelumnya mencatat total 193 juta penerima manfaat yang terdiri dari empat data, yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Lanjutnya, dalam paparan yang disampaikan Mensos, Tri Rismaharini, kepada KPK terkait perkembangan perbaikan data, Kemensos telah menghapus 52,5 juta data penerima bansos yang terdapat dalam DTKS. Paparan dilakukan Risma pada Selasa (3/8) lalu.
Ipi mengatakan, jutaan data penerima yang dihapus dari DTKS itu lantaran tidak padan nomor induk kependudukan (NIK), data ganda dan tidak dapat diperbaiki daerah. Sehingga, sambung dia, Kemensos mencatat total 140,4 juta DTKS per 31 Mei 2021
Ipi melanjutkan, perbaikan dilakukan secara bertahap dengan pemadanan dengan data kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, verifikasi dan validasi dengan daerah. Serta perbaikan data yang mengakomodasi penambahan usulan baru maupun pengurangan karena dinyatakan tidak layak.
Dia melanjutkan, Kemensos juga melakukan pendampingan intensif kepada pemerintah daerah guna memperbaiki data. Hingga April 2021 tercatat 385 dari 514 pemda telah melakukan pengkinian data di atas 75 persen dan 17 pemda tercatat belum menyampaikan perbaikan data.
"Selebihnya, sudah menyampaikan perbaikan data pada kisaran 25 hingga 75 persen," kata Ipi lagi.
Sebelumnya, berdasarkan kajian cepat KPK merekomendasikan Kemensos untuk melakukan perbaikan DTKS. Perbaikan sekurangnya meliputi aspek administratif, yaitu memastikan data tersebut padan dengan data kependudukan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
KPK mendorong kemensos untuk melakukan pemutakhiran data bersama pemda dan memadankan dengan data lembaga lain terkait status pekerjaan seperti ASN, TNI/Polri. KPK juga menekankan perlunya perbaikan tata kelola data di Kemensos dengan mengintegrasikan 3 (tiga) sumber data internal Kemensos yang dikelola secara terpisah dan tidak terintegrasi.
Selain itu, KPK juga menekankan pada akurasi data penerima bansos untuk memastikan data tidak fiktif dan tidak ganda sehingga update oleh pemda mendesak segera dilakukan. KPK juga mendorong dilakukannya berbagi pakai data dengan kementerian/lembaga penyelenggara bansos lainnya.
KPK berharap Kemensos terus memperbaiki kualitas DTKS hingga tuntas dan mempertahankan akurasi datanya dengan melakukan pengkinian berkala setiap bulan. KPK juga mendorong ke depan agar mengoptimalkan penggunaan DTKS sebagai sumber data untuk semua program bantuan pemerintah yang dikhususkan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu.
Mensos Risma menegaskan akan terus mengawal penyaluran bansos hingga sampai ke warga yang pantas penerima. Untuk mengantisipasi bila ada temuan-temuan penyalahgunaan di lapangan, ia telah melibatkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dari Kepolisian dan Kejaksaan.
Ia mengingatkan kepada oknum pendamping sosial, perangkat pemerintahan terbawah baik RT, RW atau Kelurahan dan siapapun yang berinisiatif mencairkan bansos dengan tujuan diselewengkan akan berhadapan dengan polisi dan kejaksaan. Menurut Risma, saat ini sudah banyak kasus bansos yang ditangani polisi dan kejaksaan di daerah.
"Banyak (kasus), sekarang lagi ditangani, ada yang ditangani Bareskrim maupun Kejaksaan Agung," imbuh Risma.
Pengungkapan dan penyelesaian pungutan liar (pungli) dan penyelewengan bansos ini tidak semudah diharapkan. Karena melibatkan banyak orang sebagai saksi. Apalagi pemeriksaan dilakukan di masa pandemi Covid-19.
Risma mengungkapkan, untuk kasus pungli bansos di Kabupaten Tangerang yang baru ditemukan pekan lalu, saat ini sedang berproses di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang. Proses pemeriksaannya tidak semudah yang dibayangkan.
"Di Kejari Kabupaten Tangerang saja perlu memeriksa 4.000 orang, jadi artinya tidak mudah memang. Butuh waktu dan butuh SDM yang cukup besar memnangani ini, karena saksinya cukup banyak," terangnya.
Menurut Risma, proses penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) yang mulai disalurkan sejak diperlakukannya PPKM Darurat hingga perpanjangannya sudah mencapai 95 persen. Risma menegaskan dengan kembali diperpanjangnya PPKM level 4, maka penyaluran akan dipercepat.
"Kalau yang lain di Jawa PKH (program keluarga harapan) dan BPNT (bantuan pangan non tunai) atau kartu sembako (penyalurannya) di atas 98 persen, kalau BST sudah 95 persen," terangnya.
Kemensos menjalankan tiga program bansos selama PPKM, yakni Kartu Sembako/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos Tunai (BST). Untuk program Kartu Sembako/BPNT akan menjangkau 18,8 juta KPM dengan indeks Rp 200 ribu/bulan/KPM, salur Januari-Desember 2021. BST tahun 2021 menjangkau 10 juta KPM di seluruh Indonesia, termasuk Jabodetabek. Penyalurnya adalah PT. Pos dengan indeks bantuan Rp 300 ribu/KPM selama empat bulan yaitu Januari, Februari, Maret, dan April.
Berikutnya adalah bansos PKH tahun 2021 ada 10 juta penerima manfaat dan penyalurnya adalah Bank Himbara. Penerima manfaat harus memenuhi komponen di antaranya ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, penyandang disabilitas, dan lanjut usia. Terkait penyaluran bansos, pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap penggunaannya. Risma sejak awal mengingatkan agar bantuan tidak disalahgunakan untuk pembelian barang yang bukan kebutuhan, seperti rokok. Pemerintah menyiapkan alat yang bisa memantau pembelanjaan uang.
Kasus pungli bansos di Kabupaten Tangerang terungkap setelah Mensos Risma turun langsung menemui penerima bansos. Dalam pengakuan warga, ternyata di Kabupaten Tangerang ditemukan pendamping sosial yang memanfaatkan jasa penarikan bansos melalui ATM penerima. Namun besaran uang bansos yang diserahkan dikurangi dari jatah yang ditetapkan.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, Bahrudin mengatakan pungli yang dilakukan oknum pendamping sosial ini mengambil jatah penerima bansos Program Keluarga Harapan (PKH) yang pengambilannya melalui Bank Himbara. Kejari Kabupaten Tangerang di Tigaraksa telah menetapkan dua tersangka penyalahgunaan dana PKH ini.
Selain itu, diakui Bahrudin, ada temuan lanjutan yang saat ini sedang diselidiki. Masih ada delapan prang oknum pendamping sosial yang melakukan pungli yang sama dari 4 desa yang ada di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
Jumlah kerugian uang yang tidak disalurkan itu, untuk empat desa sebesar Rp 800 juta. Uang sebesar itu diambil dari kedua tersangka ini. Estimasi kerugian uang yang tidak disalurkan dalam bansos PKH 2018-2019 dari Kecamatan Tigaraksa itu sekitar Rp 3,5 miliar. Jumlah tersebut estimasi uang yang tidak bisa disalurkan kepada penerima PKH, paparnya.
Modusnya, menurut Bahrudin, kedua tersangka pendamping sosial meminta kepada KPM (Keluarga Penerima Manfaat), akan mengambilkan bantuan itu melalui ATM si penerima. Lalu ATM itu oleh para oknum pendamping sosial ini, dia ambil sendiri, dia gesek ke ATM sendiri.
"Setelah dapat jumlah dana dari ATM yang digesek itu, oknum ini menyerahkan uang tersebut kepada KPM. Namun tidak sesuai dengan apa yang digesek, jadi ada selisih," ungkapnya.
Memang kalau dilihat, ia menyebut, selisih itu ada yang hanya Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Tapi kalau dijumlahkan dengan keluarga penerima manfaat yang diselewengkan, jumlahnya fantastis.
"Jadi untuk empat desa aja, itu uang yang tidak bisa digunakan atau disalurkan kedua tersangka, itu sekitar 800 juta," terangnya.
Karena itu, Bahrudin, berharap kepada pendamping sosial yang diberi kewenangan penyelenggaraan untuk bantuan sosial ini, supaya melaksanakan tugas sesuai fungsinya. "Kami tidak akan segan-segan menindak tegas bagi para penyelenggara bantuan sosial yang menyalahgunakan," tegasnya.
Selain itu di Kota Tangerang, polres setempat menaikkan ke proses penyelidikan dugaan pungli bansos. Kasubag Humas Polres Kota Tangerang, Kompol Abdul Rochim, mengatakan, sudah memeriksa dua kordinator Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten.
Selain memeriksa kordinator penyalur PKH, kata Abdul, pada Rabu (4/8), penyelidikan juga memeriksa puluhan warga yang menerima bantuan. “Pemeriksaan terhadap dua kordinatornya sudah dilakukan. Dan hari ini, ada 12 warga penerima bantuan yang diperiksa,” kata Abdul.
Abdul menerangkan, hasil pemeriksaan masih akan terus dilanjutkan. Sebab kata dia, setiap harinya kerap ada pengaduan. Baik pengaduan lewat kepolisian, maupun ke kantor wali kota. Sementara ini, kata dia, ada sekitar 47 aduan yang masuk. Namun, dikatakan Abdul, kepolisian belum menaikkan penyelidikan ke penyidikan, dan belum menetapkan tersangka.
“Kalau kelanjutannya (ke penetapan tersangka), belum dilakukan. Karena ini, masih pemeriksaan-pemeriksaan,” ujar dia.