Terima RUU APBN, Puan Ingatkan Pemerintah Jaga Rasio Utang

Kuartal II-2021 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia mencapai 7,07 persen year on year

Antara/Sopian/Pool
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Wapres Ma
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani menerima Pengantar RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya dari Presiden Joko Widodo. Puan menyampaikan sejumlah catatan kepada pemerintah terkait fungsi anggaran DPR yang akan difokuskan pada pembahasan Rancangan APBN (RAPBN).

Penyerahan pengantar RUU APBN 2022 dan Nota Keuangannya disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8). Wapres KH Ma’ruf Amin dan sejumlah jajaran Kabinet Indonesia Maju turut hadir.

Pada masa sidang sebelumnya, DPR RI bersama Pemerintah telah membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022. “Dalam pembahasan tersebut, DPR RI dan Pemerintah menyadari bahwa RAPBN 2022 akan disusun di tengah situasi ketidakpastian yang tinggi karena disebabkan oleh Pandemi Covid-19. Oleh karena itu diperlukan berbagai antisipasi fiskal pada APBN Tahun Anggaran 2022,” kata Puan.

Dalam kesempatan itu, Puan menyinggung soal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 yang terkontraksi hingga negatif 2,07 persen, year on year. Selain itu juga soal angka kemiskinan Indonesia pada Maret 2021 yang kembali meningkat menjadi dua digit sebesar 10,14 persen atau bertambah 1,12 juta orang jika dibandingkan Maret 2020.

“Dari sisi ketenagakerjaan, BPS mencatat lonjakan tingkat pengangguran dari 4,94 persen pada Februari 2020 atau sebelum pandemi, menjadi 6,26 persen pada Februari 2021 atau bertambah sebanyak 1,82 juta jiwa. Angka-angka ini menunjukkan begitu luar biasanya dampak pandemi ini terhadap penurunan derajat kesejahteraan rakyat,” jelas Puan.

Menurut Perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR ini, penurunan derajat kesejahteraan rakyat bisa jauh lebih dalam apabila tidak direspons cepat oleh Pemerintah melalui langkah extraordinary policy dan kebijakan countercyclical di sepanjang tahun 2020.

Puan pun menegaskan, DPR mendukung langkah Pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, termasuk Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih dijalankan Pemerintah hingga saat ini.

“Namun demikian Pemerintah agar terus melakukan berbagai perbaikan kinerja dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program pemerintah, sebagaimana yang telah dibahas dan direkomendasikan dalam rapat-rapat Komisi maupun AKD (alat kelengkapan dewan) lainnya bersama Pemerintah,” sebutnya.

Puan mengingatkan, rakyat semakin membutuhkan kehadiran kebijakan dan program Pemerintah yang efektif dalam memberikan perlindungan baik dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Dijelaskannya, tahun 2021 yang merupakan tahun kedua pandemi Covid-19 masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi aktivitas kehiduan sosial dan ekonomi rakyat.

“Saat ini kita menghadapi gelombang kedua atau second wave serangan pandemi Covid-19, yang sebelumnya telah dialami oleh beberapa negara. DPR dapat mengapresiasi upaya Pemerintah, yang telah mengutamakan keselamtan hidup rakyat, dengan menjalankan pembatasan kegiatan masyarakat yang lebih ketat,” terang Puan.

Meski begitu, pemerintah diminta untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi terhadap kondisi sosial dan ekonomi di balik kebijakan yang dibuat. Puan menyebut, sebenarnya aktivitas ekonomi Indonesia sudah mulai bertumbuh pada Kuartal I dan II Tahun 2021.

“Ekonomi kita sudah berada pada trajektori (lintasan) pemulihan. Pertumbuhan Ekonomi pada kuartal I-2021 sebesar 0,74 persen year on year sedangkan pada kuartal II-2021 Pertumbuhan Ekonomi mencapai 7,07 persen year on year,” ujarnya.

Pada Kuartal III-2021, kata Puan, dapat diperkirakan laju pertumbuhan ekonomi akan kembali tertekan dengan adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Trajektori (lintasan) pemulihan ekonomi 2021 tersebut dinilai dapat menjadi acuan dalam merancang dan menyusun antisipasi fiskal pada tahun anggaran 2022.
 
“Pengalaman dalam menjalankan APBN Tahun Anggaran 2021, yang harus merespons penanganan perkembangan pandemi Covid-19, dan mengakibatkan Pemerintah melakukan berbagai refocusing program dan anggaran, agar dapat diantisipasi pada APBN Tahun Anggaran 2022 yang akan datang,” papar Puan.

Hal tersebut agar Pemerintah dapat tetap efektif dalam menjalankan tugas pemerintahan lainnya, selain fokus dalam penanganan pandemi Covid-19. Puan mengatakan, terdapat optimisme pemulihan ekonomi global pada tahun 2022 menyusul proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi global sebesar 4,9 persen atau naik 0,5 percentage point dibanding proyeksi April 2021 yang diungkap pada World Economic Outlook Juli 2021.

“IMF memproyeksikan Proyeksi ini tentunya akan bergantung pada kemampuan dunia mengendalikan wabah dan memastikan keberhasilan vaksinasi dalam mewujudkan kekebalan komunitas secara global,” ungkapnya.
 
Di sisi lain, organisasi kesehatan dunia (WHO) memprediksi pandemi ini belum berakhir hingga tahun depan, setidaknya hingga pertengahan tahun 2022. Kondisi ini akan menjadi tantangan bagi pemulihan sosial dan ekonomi Indonesia di tahun mendatang.
 
“Selain itu, risiko dan ketidakpastian yang juga akan masih tetap tinggi di 2022 juga masih menjadi tantangan bagi ekonomi kita. Di antaranya adalah risiko kecepatan pemulihan yang tidak merata antarnegara akibat perbedaan situasi pandemi Covid-19, kecepatan vaksinasi, dan dukungan stimulus ekonomi,” urai Puan.
 
Mantan Menko PMK ini pun menyinggung kemungkinan percepatan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat dan negara maju lainnya sebagai implikasi dari pemulihan ekonomi mereka yang lebih cepat. Puan menilai hal tersebut akan menciptakan efek rambatan atau spillover effect terhadap volatilitas dan ketidakpastian pasar keuangan global serta arus modal global.

“Termasuk di dalamnya adalah potensi risiko nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS serta kenaikan harga minyak mentah dunia seiring dengan proses pemulihan ekonomi global,” ungkapnya.

Ditambahkan Puan, berbagai dinamika dan tantangan tersebut tidak terlepas dari perkembangan pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian. Terkait kapasitas dan ketahanan APBN 2022, ia mengingatkan agar mengantisipasi ketidakpastian yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19.

Kapasitas APBN sendiri sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, khususnya pendapatan negara. Sedangkan Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila terdapat peningkatan produksi barang dan jasa untuk memenuhi permintaan konsumsi. Dengan meningkatkanya produksi tersebut juga akan meningkatkan pendapatan mayarakat.

“Bagaimana produksi barang dan jasa dapat berlangsung di tengah situasi pandemi Covid-19? Ini lah tantangan yang harus kita hadapi bersama. Oleh karena itu, Kebijakan fiskal pada tahun 2022 diarahkan untuk memprioritaskan penangan sektor kesehatan sebagai kunci keberhasilan pemulihan ekonomi, memperkuat dan menjaga daya beli masyarakat, serta pemulihan UMKM dan dunia usaha,” tutur Puan.

Cucu Proklamator sekaligus Presiden pertama RI Sukarno itu pun mewanti-wanti pemerintah mengenai penyusunan RAPBN. Puan berharap pemerintah melakukan berbagai upaya di tengah kondisi APBN yang mengalami penurunan pendapatan negara, meningkatnya belanja untuk penanganan pandemi, dan melebarnya pembiayaan defisit.

“Maka Pemerintah agar dapat mengoptimalkan pendapatan negara, inovasi pembiayaan, serta merasionalisasi belanja negara yang memenuhi kualitas spending better. Di bidang perpajakan, Pemerintah agar dapat menjalankan pemberian insentif fiskal lebih terarah dan terukur untuk kegiatan ekonomi strategis yang memiliki multiplier effect yang kuat,” ungkapnya.


Pemerintah juga diminta melakukan perluasan basis pajak melalui perluasan objek pajak dan ekstensifikasi berbasis kewilayahan serta melakukan penguatan sistem perpajakan yang lebih sehat dan adil yang disesuaikan dengan perkembangan struktur perekonomian dan karakter sektor usaha. Kemudian, pemerintah diharapkan melakukan penggalian potensi perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha.
 
“Salah satu upaya dalam mengoptimalkan penerimaan pajak adalah pajak pada aktivitas ekonomi berbasis digital. Sebagaimana diketahui, pada saat pandemi ini ketika berbagai sektor ekonomi mengalami penurunan, ekonomi digital justru pesat. Selain itu tranformasi digital juga semakin luas pada berbagai bidang seperti keuangan, pendidikan, layanan kesehatan, dan sebagainya,” tambah Puan.
 
Pada Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP, Pemerintah diingatkan untuk melakukan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Selain itu optimalisasi pengelolaan aset agar lebih produktif, peningkatan inovasi dan kualitas layanan satuan kerja dan badan layanan umum, optimalisasi penerimaan dividen negara, penyempurnaan kebijakan dan penggalian potensi, serta perluasan pemanfaatan teknologi informasi.
 
“Dalam mengelola Pembiayaan Defisit, Pemerintah agar penuh dengan kehati-hatian dalam menjaga rasio utang dalam batas aman dan sesuai dengan UU, meningkatkan efisiensi biaya utang, serta menjaga komposisi portofolio utang yang optimal dalam menjaga stabilitas perekonomian serta memperhatikan kapasitas fiskal APBN untuk masa yang akan datang,” katanya.

Puan menyebut, Rasionalisasi Belanja Negara yang memiliki kualitas spending better ditandai dengan belanja yang efisien, produktif, menghasilkan multiplier effect perekonomian, dan efektif dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, pemerintah diminta agar menjalankan kebijakan kualitas belanja spending better tersebut secara konsisten dan disiplin untuk semua Kementerian dan Lembaga.
 
“Pemerintah juga agar konsisten dalam menjaga kebijakan belanja Pemerintah Pusat di Kementerian-Lembaga yang diarahkan pada Reformasi SDM, Reformasi Birokrasi, Efisiensi, Infrastruktur Pelayanan Dasar, subsidi Tepat Sasaran, dukungan Pembangunan Infrastruktur Daerah, dan antisipasi/mitigasi bencana,” pesan Puan.

DPR juga mengingatkan Kementerian/Lembaga harus disiplin dalam alokasi program dan anggaran yang diarahkan pada kebijakan tersebut di atas. Kebijakan yang dimaksud, menurut Puan, telah menjadi Komitmen Pemerintah yang disampaikan saat KEM PPKF.

“Rancangan Undang-Undang APBN 2022 beserta Nota Keuangannya yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, diharapkan mampu memenuhi harapan rakyat Indonesia dalam menanganai permasalahan pandemi Covid-19 dan dampaknya, memulihkan ekonomi nasional serta menjalankan reformasi struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan,” tutupnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler