404: Not Found, Kala Mural Diberangus dan Dianggap Kriminal

“Kami tidak bisa dibungkam. Ini malah memotivasi kami untuk membuat karya lagi."

Republika/Eva Rianti
Seorang warga duduk di tembok, yang sebelumnya ada mural bergambar Presiden Jokowi bertuliskan 404: Not Found di bawah jembatan layang di Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Ahad (15/8).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Haura Hafizhah, Meiliza Laveda

Mural mirip wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertuliskan '404: Not Found' viral di jagat maya dan menjadi sorotan publik serta aparat penegak hukum. Mural tersebut tergambar di tembok bawah Jembatan Layang Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, Banten. Namun saat ini gambar mirip rupa RI 1 itu telah dihapus.

Baca Juga


 
Pantauan Republika, Ahad (15/8) pagi lalu, tembok yang digambari wajah mirip Jokowi telah tertutup cat berwarna hitam yang menjulur dari sisi kanan hingga ke sisi kiri tembok sepanjang kira-kira delapan meter dan setinggi sekitar 2,5 meter. Cat warna hitam tampak lebih tebal pada bagian yang sebelumnya tertera gambar mirip muka Jokowi dengan diameter sekitar 130 sentimeter (cm).
 
Sejumlah warga di sekitar lokasi memberikan kesaksiannya mengenai kehadiran sekaligus kelenyapan mural mirip Jokowi tersebut. Sukarno (58), yang bekerja di sekitar lokasi mengatakan, dirinya telah menyadari adanya mural mirip Jokowi sejak sekitar dua pekan yang lalu atau sekitar akhir Juli awal Agustus 2021.
 
"Saya tahunya sekitar dua atau tiga mingguan," tutur Sukarno saat ditemui Republika di sekitar lokasi.
 
Menurut kesaksiannya, sebelum dia mengetahui mural bergambar wajah Jokowi, dia mengatakan sebelumnya ada mural lainnya berupa gambar bernuansa kartun. "Tadinya gambar-gambar lain itu ditumpangin lagi. Kayak gambar pelangi, garis-garis, bulat-bulat, kartun-kartun gitu. Barulah saya ngeh sekitar dua minggu ada gambar mirip Bapak Jokowi," terangnya.
 
Saat menyadari gambar mirip Jokowi bertuliskan '404: Not Found', Sukarno mengaku tidak mengetahui maksudnya, hanya sekedar mengagumi keindahan mural tersebut. Menurutnya, pembuat gambar tersebut kemungkinan merupakan orang yang memang ahli dalam membuat mural.
 
"Gambar Jokowinya itu kok bagus saya lihat. Paling bagus (dibanding mural-mural lain di tembok). Kalau enggak ahlinya kayaknya enggak bisa gambar begitu," tuturnya.
 
Namun, Sukarno mengatakan tidak mengetahui siapa yang menggambar mural tersebut. Dirinya yang bekerja dari pukul 07.00 hingga 21.00 WIB berpendapat, penggambar mural tersebut kemungkinan menggambarnya pada malam hari.
 
"Saya enggak tahu, enggak pernah lihat yang menggambar. Kemungkinan sih malam ya. Kalau siang mah ya kelihatan. Saya tiap hari bisa melihat ke arah tembok itu," tuturnya.
 
Berdasarkan penuturannya, mural mirip Jokowi tersebut telah dihapus pada Kamis (12/8). Kesaksiannya menyebut ada tim dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak kepolisian yang menghapus gambar tersebut dengan menggunakan pilox.

"Terus dilanjutin mengecat warna hitam sama orang yang enggak tahu siapa. Terus ada lagi semuanya dihitamin temboknya, itu hari Jumat. Orangnya pakai celana pendek, saya tanyain, katanya disuruh polisi," jelasnya.
 
Warga lainnya, Yoyo menuturkan, sepengatahuannya gambar mural mirip Jokowi yang ada di tembok di area Kelurahan Batu Jaya tersebut serta tembok di seberangnya yang masuk Kelurahan Batu Sari sudah ada sejak satu tahun yang lalu. Namu, dia mengaku baru mengetahui gambar mirip Jokowi saat viral.
 
"Saya tahunya itu gambar-gambar kartun di tembok bawah jembatan layang ada sejak setahunan yang lalu. Baru ngeh yang gambar mirip wajah Bapak Jokowi," ujarnya.
 
Menurut kesaksiannya, dia hanya mengetahui penggambar mural tembok adalah anak-anak muda, namun pria paruh baya itu tidak mengenalnya. Adapun, yang dia ketahui adalah anak-anak muda yang menggambar di tembok seberangnya yang merupakan wilayah Kelurahan Batu Sari.

"Gambar-gambar kartun itu saya pernah lihat anak-anak muda yang gambar, tapi enggak kenal. Itu setahun yang lalu," jelasnya.


 

Saat ini diketahui polisi tengah mendalami kasus mural mirip wajah Jokowi itu dengan mencari pembuat mural. Mural tersebut dinilai menghina simbol negara.

Kapolsek Batu Ceper AKP David Purba menuturkan, pihaknya telah memeriksa dua orang saksi dalam kasus tersebut. "Dua saksi (yang telah diperiksa). Belum ada pelaku," ujarnya kepada wartawan, Ahad (15/8).
 
David mengatakan, dari dua orang saksi tersebut, pihaknya belum juga mengetahui informasi terkait pembuat mural itu. Pihak kepolisian, kata dia akan terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap hal tersebut.

"Masih proses pencarian dan penyelidikan," tegasnya.

Selain memeriksa sejumlah saksi, pihak kepolisian juga melakukan pelacakan terhadap komunitas-komunitas mural yang ada di Kota Tangerang untuk mencari tahu pembuat mural tersebut.

“Pastinya ada (pelacakan ke komunitas-komunitas mural), sedang pra penyelidikan,” ujar David melalui pesan singkat kepada Republika, Senin (16/8).

Upaya pelacakan tersebut dilakukan mulai pada Senin kemarin guna melanjutkan proses ke tahap selanjutnya. “Sudah dari tadi (mulai dilakukan pelacakan),” kata dia.

Namun, David tidak menyebutkan lebih lanjut mengenai berapa banyak komunitas mural serta seniman mural yang bakal dilacak dalam proses tersebut. “Diupayakan semaksimal mungkin. Sedang proses pralidik,” tegasnya.
 
Kasubbag Humas Polres Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim mengatakan, pembuat mural tersebut melanggar hukum lantaran dinilai melecehkan Presiden Jokowi sebagai lambang negara.
 
"Dilidik (penyelidikan) itu perbuatan siapa, karena bagaimanapun itu kan lambang negara ya," kata Abdul. Dia menyebut pihaknya bergerak langsung tanpa menunggu laporan karena Presiden merupakan panglima tertinggi TNI-Polri tidak patut dilecehkan.
 

Kepala Biro Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Simamora menanggapi terkait tindakan polisi yang tidak membolehkan masyarakat untuk menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah lewat mural. Menurutnya, tindakan tersebut berlebihan dan menunjukkan kalau pemerintahan saat ini menjadi otoriter.

"Untuk polisi berhentilah melakukan tindakan yang berlebihan seperti melakukan penyelidikan, termasuk mendatangi rumah pembuat mural. Pasal penghinaan presiden sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2007. Jadi, untuk mural ‘404: Not Found’ tidak ada pidananya," katanya saat dihubungi Republika, Senin (16/8).

Kemudian, Nelson melanjutkan , terkait kasus lainnya yaitu grafiti bertuliskan "Tuhan Aku Lapar" yang terpampang di sebuah tembok di Tigarkasa, Kabupaten Tangerang, menurutnya tidak ada pelanggaran hukum disitu. Di grafiti tersebut juga tidak sebut Jokowi apalagi pemerintahan.

"Jadi jangan lebay (berlebihan). Pemerintah ini memberikan contoh hal-hal yang biasa terjadi di rezim orde baru diulang lagi," kata dia.

Nelson menambahkan, masyarakat termasuk individu-individu di dalamnya bisa menyampaikan apa pun yang mereka rasakan dalam berbagai bentuk ekspresi dan itu hak konstitusional mereka.

"Sepanjang tidak mempromosikan kekerasan. Ya sah-sah saja dalam menyampaikan pendapat," kata dia.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar juga menanggapi tindakan polisi yang menghapus mural yang berisi kritikan terhadap pemerintah di berbagai wilayah. Menurutnya, hal tersebut mengancam kebebasan sipil dalam berpendapat.

"Negara (dari pusat sampai kepolisian) gagal menangkap keresahan publik. Reaktifnya negara dalam merespons ekspresi publik menunjukkan bahwa mereka tidak memerhatikan kondisi masyarakat di lapangan. Lalu, jika mereka melakukan pendatangan atau penangkapan terhadap pembuat mural jelas mengancam kebebasan sipil," katanya saat dihubungi Republika, Senin (16/8).

Kemudian, ia melanjutkan mural adalah salah satu bentuk ekspresi dari keresahan atas penanganan pandemi selama ini. Sehingga, jika kepolisian bertindak untuk menangkap pembuat mural dan menghapusnya itu berlebihan.  

"Ya berlebihan sikap polisi jika menindak pembuat mural. Mereka (pembuat mural) hanya menyampaikan pendapatnya saja kan. Jadi, tidak usah ditindak lebih jauh," kata dia.


Anggota Komunitas Street Art RainCityStrike, Rulz, mengatakan salah satu tugas seniman street art adalah mewakili suara rakyat untuk menegur pemerintah seperti yang sudah dilakukan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

“Dulu saat masa perjuangan tujuan street art untuk membangkitkan semangat rakyat. Para seniman mencoret tembok-tembok dengan kata ‘Merdeka’,” kata Rulz kepada Republika, Senin (16/8).

Menurut Rulz, sejak 2005, street art sudah banyak ada di ruang publik dan baru kali ini ada pembuat mural yang diburu polisi karena muatan pesannya. Biasanya, polisi memburu para seniman karena aktivitasnya.

Rulz mengaku ada pemerintah kota (pemkot) yang sudah memberikan ruang khusus menggambar untuk para seniman. Namun, karena street art memang konsepnya di ruang publik, para seniman akan memilih daerah yang strategis di mana banyak orang yang singgah dan membaca pesan yang diungkapkan.

“Walaupun ada tempat untuk menyalurkan, kita tetap milih tempat yang strategis. Kalau nanti kita diburu, biasanya disuruh cat lagi atau cat kita disita,” ujar dia.

Fenomena mural Jokowi dinilai akan memprovokasi seniman lain untuk membuat karya serupa. “Kami tidak bisa dibungkam. Ini malah memotivasi kita untuk membuat karya lagi,” tambahnya.

Wali Kota Komunitas Mural Bandung, Alga Indria atau yang kerap disapa Kang Alga, mengatakan harus diakui, mural merupakan media efektif untuk menyampaikan pesan karena memang dilihat oleh banyak orang.

“Mural memang hal yang concern untuk masyarakat menyampaikan sesuatu. Ini sudah terjadi sejak zaman pendudukan Belanda,” kata dia. Yang perlu diperhatikan, para seniman harus menerima konsekuensi sebelum membuat suatu karya.

Jika ingin menyampaikan pesan di publik berarti harus berhadapan dengan penguasa. Saat zaman Presiden Soeharto kata dia ada banyak mural yang dibuat dan dihapus.  

“Jadi, siapa saja yang melawan pemerintah atau yang berkuasa pasti akan berhadapan dengan penguasa itu. Kalau penguasa santai saja, mungkin tidak akan digubris. Kalau menurut saya lawan saja, kalau dihapus nanti digambar lagi. Namanya perlawanan pasti memiliki konsekuensi,” ujar dia.

Seniman muda, Shane Tortilla, menyebut sudah banyak seniman yang menyinggung isu sosial dan politik dalam karya mereka. Akhir-akhir ini banyak karya yang menyinggung pemerintah yang dihapus.

“Beberapa waktu lalu saya dapat kabar dari seniman di NTT karyanya dihapus karena menyinggung pemerintah. Nah, ini merupakan fenomena yang menjadi sorotan publik,” kata dia.

Shane menjelaskan, tujuan utama street art adalah menumpahkan opini individu atau kelompok dan mengerahkan opini tersebut ke masyarakat. Dalam hal mural Jokowi, Shane menilai ini berhasil mendapat perhatian publik. Apa yang tercantum dalam mural tersebut berdasarkan pengalaman yang dirasakan masyarakat. Shane menduga ini bisa menjadi isu besar.

“Kalau dihapus ini berarti ada yang disembunyikan atau ada yang ingin rakyat lain tidak lihat. Dibungkam terus opinin rakyat yang mengekspresikan itu,” ucap dia.

 

Respons Jokowi Atas Kritik BEM UI - (Infografis Republika.co.id)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler