Sidebar

Pesona Toleransi M Natsir di Bali Room Hotel Indonesia.

Friday, 27 Aug 2021 18:58 WIB
M Nastir berpidato

IHRAM.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.


Dies Natalis HMI 1975 di Bali Room Hotel Indonesia. Kawan-kawan yang mempersiapkan teknis, saya sibuk siapkan pidato dies. Pembaharuan Islam Nurcholish Madjid saya nyatakan bukan tanggug jawab PB HMI, tapi yang bersangkutan. Pemikiran tindak individual, bukan komunal.

Pembaharuan Nurcholish bermula dari acara Halal bi Halal HMI PII dan GPI di Menteng Raya 58 tahun 1969. Esensi pembaruan adalah pendekatan baru dalam memahami Islam yang tidak dengan pendekatan fiqih semata.

Yang bikin kemelut ialah pernyataan-pernyaaan Nurcholish yang lepas konteks misal, Islam yes partai Islam no. Atau tarjamah syahadat Nurcholish, 'Tiada tuhan "t" kecil, melainkan Tuhan "T' besar. Soal ini selama lima tahun lamannya menjadi heboh yang melibatkan instansi PB HMI. Ini.mesti diakhiri. Ini inti dari naskah pidato Dies Natalis HMI XXIX.

Naskah pidato beres lalu diganda dengan mesin stensil merk Gestetner pemberian M. Natsir tahun 1957. Itu mesin sudah tua, tapi bersejarah.

Aku kontak panitia teknis. Mereka kata semua beres bahkan musik menyertakan penyanyi yang lagi kondang: Hetty Koes Endang.

Ridwan Saidi: Hetty Koes Endang? Gimane sih, pan kita undang Pak Natsir.

Panitia: Ya gimana Bang, uda kita panjar.

Ridwan Saidi: Aduh! Bonyok deh gue.

Bali Room Hotel Indonesia berkapasitas 1000 orang malam itu penuh sesak. Pengunjung bertepuk meriah saat aku usai pidato. Pak Natsir hanya tersenyum tanpa menoleh wajahku. Aku duduk di sebelah beliau.

Lalu Pak Natsir berpidato menguraikan Islam tanpa menyinggung pembaharuan Islam Nurcholish. Usai Pak Natsir pidato beliau duduk dengan tenang tanpa isyarat mau pulang.

Hetty Koes Endang muncul di pentas seraya mengangguk hormat ke Pak Natsir. Pak Natsir hanya senyum. Koes Endang bernyanyi. Asyik sih, tapi hatiku masih dungjeng-dungjeng.

Hetty Koes Endang usai nyanyi, penonton bertepuk riuh. Lagi-lagi Pak Natsir cuma senyum seraya bangkit dari kursi permisi pulang. Kuanter pak Natsir ke mobil. Hatiku amat gembira campur haru. Betapa gentle dan tolerannya sikap dan etika seorang pembesar dunia Islam seperti Mohamad Natsir Datuk Sinaro Panjang. 

Berita terkait

Berita Lainnya