Keutamaan Senyum dalam Hadits dan Ilmu Modern
Ada sejumlah hadits yang meriwatkan tentang senyum.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Sejak kepemimpinan Islam awal, senyum menjadi ibadah tersendiri. Hal itu, juga didukung dengan studi yang dilakukan oleh banyak pihak di masa kini, utamanya, senyum yang dianggap menjadi ilmu serta bentuk seni untuk meningkatkan hubungan sosial ataupun ekonomi.
Bahkan, pada awal abad ke-20, senyum secara resmi telah diakui sebagai ilmu yang disebut "Psikologi Tertawa.". “Senyum mencairkan es, menanamkan kepercayaan diri dan menyembuhkan luka; itu adalah kunci dari hubungan manusia yang tulus,” jelas Voltaire.
Senyum dalam Sunnah
Berdasarkan banyak hadist dikutip About Islam Ahad (29/8), dikatakan, jika Nabi Muhammad SAW selalu tersenyum dan ceria serta berwajah cerah. Bahkan, Abdullah ibn Al-Harits ibn Hazm berkata, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih banyak tersenyum daripada Nabi.” (At-Tirmidzi)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Jarir bin Abdullah yang berkata: “Rasulullah (damai dan berkah besertanya) tidak pernah menolak saya untuk melihatnya sejak saya memeluk Islam dan tidak pernah melihat saya kecuali dengan senyuman” (Sahih Muslim).
Lebih jauh, Abu Hurairah juga meriwayatkan jika Rasulullah pernah bersabda: “Kamu tidak dapat memuaskan orang dengan kekayaanmu, tetapi bisa memuaskan mereka dengan wajah ceria dan akhlak yang baik” (Abu Ya`la dan Al-Hakim; hadits shahih).
Sementara Abu Dzar, sempat meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda “Jangan meremehkan perbuatan baik, (sekecil apapun kelihatannya) bahkan jika itu adalah pertemuanmu dengan saudaramu dengan wajah ceria” (Sahih Muslim).
Tak sampai di sana, Rasulullah juga sempat bersabda, "Tersenyum di wajah saudaramu adalah tindakan amal" (At-Tirmidzi; Dinyatakan Otentik oleh Al-Albani).
Dalam Islam, senyum menjadi salah satu cara untuk membelanjakan harta di jalan Allah, tanpa harus membayar sepeser pun. Senyum, juga menjadi solusi dari Nabi Muhammad untuk bersedekah paling murah.
Karenanya, penting bagi setiap orang agar terus menjaga senyum di wajahnya setiap saat. Namun demikian, senyum yang terjadi secara mekanis, tidak bisa ditipu dengan senyum palsu.
Alih-alih dari senyum yang dipaksakan, senyum dalam Islam bisa diterima dengan senyum tulus dan bersumber dari lubuk hati terdalam. Mengenai hal ini, dijelaskan pula oleh Abdullah bin Al-Mubarak tentang akhlak yang baik, “Itu adalah wajah yang tersenyum, melakukan yang terbaik dalam kebaikan, dan menahan diri dari bahaya” (Jami` at-Tirmidzi).