Haji Muda? Siapa Takut!
Pada era 90-an, haji identik dengan ibadah milik golongan tua.
Pada era 90-an, haji identik dengan ibadah milik golongan tua. Jika mendengar kata haji maka mindset masyarakat tertuju kepada sosok sepuh berduit dengan peci putih yang memenuhi masjid-masjid. Generasi muda belum menjadikan haji sebagai prioritas karena mereka cenderung menganggap ibadah haji sebagai kegiatan spritual yang berat dan mahal. Apalagi dengan ramainya berita di sosial media terkait isu negatif tentang pengelolaan dana haji akhir-akhir ini.
Pasca keputusan pemerintah membatalkan keberangkatan haji tahun 2021, marak tersebar isu bahwa dana haji milik jemaah digunakan untuk investasi proyek infrastruktur. Pembatalan haji disebut-sebut akibat investasi tersebut mengalami kerugian karena adanya pandemi Covid-19. Isu ini menimbulkan ketakutan dan kepanikan dari calon jemaah baik yang sudah melakukan pembayaran maupun yang baru berniat melaksanakan haji, tak terkecuali bagi calon jemaah haji dari kalangan muda yang merespons isu ini secara reaktif dan tergesa-gesa. Mereka secara psikologis trauma dengan beberapa kasus penipuan yang melibatkan biro perjalanan haji dan umroh beberapa tahun belakangan.
Mereka tidak paham bahwa mekanisme pengelolaan keuangan haji jauh berbeda dengan yang ada pada biro perjalanan haji dan umroh.
Sejak tahun 2017, Indonesia sudah memiliki lembaga khusus untuk mengelola keuangan haji. Lembaga ini berasaskan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Yaitu Badan Pengelolaan Keuangan Haji atau disingkat BPKH.
Sebelum membahas BPKH, kalian mungkin bertanya-tanya kenapa sih dana haji mesti dikelola? Mengapa setelah membayar tidak langsung saja diberangkatkan ke tanah suci? Jawabnya adalah karena adanya kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang membatasi kedatangan jemaah haji dari beberapa negara ke dalam sistem kuota.
Indonesia sebagai populasi muslim terbesar di dunia mendapatkan kuota haji sebanyak 201.994 jiwa per tahun, sedangkan total pendaftar haji mencapai 3.968.655 jiwa, yang mana setiap tahunnya terus bertambah.
Tidak sebandingnya kuota tahunan dengan pendaftar haji inilah yang menyebabkan adanya waktu tunggu yang cukup lama.
Nah, selama waktu tunggu ini, dana haji milik jemaah yang total jumlahnya mencapai Rp 150 triliun tidak lantas diendapkan begitu saja, melainkan diinvestasikan kembali agar bisa bermanfaat tidak hanya bagi si pemilik dana tetapi juga untuk kemajuan ekonomi syariah.
Apa manfaat yang diperoleh jemaah dari hasil investasi? Salah satu manfaatnya yaitu adanya subsidi biaya haji. Kalian tahu tidak, bahwa biaya untuk berangkat haji itu sebenarnya mencapai Rp 70 juta. Namun dengan adanya kegiatan investasi yang di laksanakan oleh BPKH maka jemaah cukup membayar Rp 35 juta saja. Selisih biaya tersebut didapat dari imbal hasil kegiatan investasi.
Pada tahun 2020 BPKH mengucurkan dana subsidi sebesar Rp 6,8 triliun agar jemaah utamanya generasi milenial bisa berhaji dengan dana minim namun tetap mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
Lalu, bagaimanakah BPKH itu? Apakah dana haji aman jika dikelola oleh BPKH?
BPKH resmi menjadi lembaga pengelolaan dana haji pada tahun 2017 melalui Peraturan Presiden Nomor 110 tahun 2017 dan disusul Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2018. Sebelum kehadiran BPKH, pengelolaan dana haji menjadi wewenang Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kementerian Agama.
Dalam kegiatan mengelola dana haji, BPKH mengedepankan asas akuntabilitas dan transparansi. Akuntabilitas yaitu laporan keuangan BPKH senantiasa dikontrol dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selama berdiri sampai sekarang, setiap tahun BPKH selalu meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Predikat WTP artinya posisi keuangan, laporan realisasi anggaran, dan laporan arus kas telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penjelasan laporan keuangan juga telah disajikan secara memadai, informatif, tidak menimbulkan penafsiran yang menyesatkan, bebas dari keraguan dan ketidakjujuran.
Selain akuntabel, BPKH juga berupaya untuk transparan dengan memberikan informasi kepada media mengenai kinerja, kondisi keuangan, kekayaan dan hasil pengembangannya secara berkala setiap enam bulan. Kemudian juga melaporkan pelaksanaan pengelolaan dana haji kepada menteri terkait dan Dewan Perwakilan Rakyat juga secara berkala setiap enam bulan sekali.
Dan yang terpenting, BPKH juga memberikan informasi mengenai jumlah saldo dan nilai manfaat melalui rekening virtual (Virtual Account) dari masing-masing jemaah. Jadi, jemaah tak perlu khawatir dananya hilang, karena setiap saat bisa di cek melalui rekening virtual.
Lantas, kemana arah investasi BPKH? Apakah benar dana jemaah diinvestasikan untuk membiayai infrastruktur?
Pada prinsipnya, BPKH melakukan penempatan dan investasi dana haji pada sektor yang dinilai aman, tidak melanggar prinsip syariah dan beresiko menengah (Medium to High Risk). Yaitu pada tabungan dan deposito bank syariah, surat berharga syariah, tabungan emas dan investasi langsung. Untuk investasi langsung, jatah investasinya hanya sebesar 20 persen, itupun mesti melalui persetujuan dewan pengawas BPKH. Dan yang terpenting dana jemaah kini dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Jadi dipastikan bahwa dana jemaah aman dan tidak ada kegagalan dalam memberangkatkan jemaah haji.
Nah, setelah mengetahui bahwa dana haji yang dikelola itu aman, transparan dan menjadi terjangkau karena adanya subsidi biaya haji dari BPKH, ditambah banyaknya program cicilan tabungan haji oleh pemerintah dan bank syariah maka paradigma bahwa haji itu mahal dan berat perlahan bisa berubah. Generasi milenial kini mampu untuk mencicil angsuran tabungan haji dengan menyisihkan sebagian pendapatan bulanannya. Allah swt mewajibkan ibadah haji bagi yang mampu, bukan bagi yang kaya. Saat ini, berhaji muda itu keren, terjangkau dan mesti menjadi trendsetter di kalangan milenial.