Adab Kering Saat Belajar Daring
Adab Kering Saat Belajar Daring
Virgi:
Adab Kering Saat Belajar Daring
Siapa sangka wabah masih berdenyut hingga hari ini. Sudah 18 bulan sejak penyebaran Virus Covid-19 dimaklumatkan oleh WHO sebagai pandemi. Berita grafik fluktuasi jumlah korban terjangkit, meninggal, hingga penyintas masih menjadi headline di berbagai platform media. Pandemi yang terjadi di abad 21 ini menimbulkan kaos yang luar biasa. Di samping prahara global yang berkepanjangan, pandemi iniâtidak dimungkiriâjuga berandil dalam mendorong lahirnya inovasi besar-besaran demi menjawab solusi bertahan di tengah pandemi.
Inovasi yang diluncurkan kebanyakan berasal dari sektor teknologi sebagai buah dari revolusi industri 4.0 abad ini. Penanganan pasien terpapar yang membludak di rumah sakit-rumah sakit tentu menjadi konsentrasi utama. Namun, di samping itu masih banyak sektor lain yang turut menjadi korban dari efek domino terjadinya pandemi yang perlu ditangani secara sigap. Tersendatnya roda perekonomian negara, mandeknya aktivitas belajar-mengajar di institusi pendidikan, lumpuhnya UKM, terpasungnya aktivitas di luar rumah, hingga wacana konspirasi yang menambah kekalutan situasi. Lapangan-lapangan penting yang ikut terdampak tidak bisa diabaikan, melainkan mesti disiasati dengan berbagai usaha supaya domain-domain penunjang kehidupan tidak mati dilibas pandemi.
Pemuda-pemudi yang digadang-gadang sebagai penerus perjuangan dan pewaris cita-cita negara menjadi salah satu mangsa yang merasakan imbas pandemi. Pendidikan merupakan penggerak generasi. Namun, karena tuntutan kondisi mau tidak mau lembaga pendidikan harus hiatusâsetidaknya untuk sementara. Menanggapi problem ini, teknologi maju membawa angin segar ke dalam ruang-ruang pendidikan melalui gagasan pembelajaran daring. Tentu saja ini adalah solusi yang cukup menggiurkan. Diciptakannya bermacam aplikasi yang menawarkan pertemuan jarak jauh dan dapat diikuti oleh banyak partisipan dipandang secara futuristik, tidak hanya membantu berlangsungnya pembelajaran di masa pandemi, tetapi reliabel untuk memudahkan kegiatan serupa pasca-pandemi.
Namun, kembali pada persoalan dasar bahwa segala sesuatu memiliki sisi positif dan negatif, penggunaan teknologi yang mengakomodasi pembelajaran daring juga membawahi efek negatifâlebih dari yang mungkin dibayangkan. Pembelajaran online tidak dapat diwujudkan tanpa internet, maka permasalahan yang paling diwanti-wanti adalah kendala jaringan dan kesulitan kuota internet. Padahal, lebih dari itu, problem yang tidak kalah penting untuk diantisipasi ialah kealpaan adab dalam belajar daring.
Belajar bukan hanya soal menerima transfer ilmu, apalagi sekadar mengisi absensi. Ada aspek fundamental yang perlu diindahkan guna mendapatkan keberkahan dalam belajar, dan itu adalah adab. Jangan sangka keberkahan tidak termasuk unsur penting dalam belajar. Justru karena keberkahan itulah ilmu dari ulama terdahulu masih lestari hingga sekarang, kitab-kitab mereka masih riuh dikaji, dan pribadi mereka masih digaungkan sebagai figur teladan. Karena nihilnya berkah itulah dapat disaksikan bagaimana rusaknya sebagian orang yang katanya menyandang gelar tinggi berderet, menuntut ilmu dari berbagai penjuru negeri, tetapi kebermanfaatan ilmu mereka tidak terasa atau bahkanâbagian terburuknyaâmenuntun mereka pada perbuatan keji dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan orang banyak.
Dalam suasana belajar daring, yang sering terjadi ialah pelajar merasa bebas karena berada di rumah sendiri dan tidak terikat oleh peraturan formal institusi. Tidak sedikit murid atau mahasiswa di kelas daring yang mematikan video dan audio, lantas ditinggal tidur, makan, atau sambil menjelajahi media sosial. Perbuatan seperti ini menggambarkan nihilnya takzim terhadap guru dan tidak adanya kepekaan untuk memuliakan ilmu.
Ilmu apa pun adalah mulia, maka sepatutnya ia dimuliakan. Cara memuliakan ilmu saat belajar daring ialah memperlakukannya sebagaimana patutnya ia dalam kondisi normal. Duduk dengan khusyuk menyimak pelajaran sebagai halnya di kelas, mengenakan pakaian yang bagus dan sopan, sama seperti keadaan menghadiri majelis ilmu secara langsung, tidak sambil melakukan urusan lain yang tidak elok, dan sebagainya. Betapa banyak pelajar yang menghadiri kelas daring dengan mengenakan celana pendek, tidak berjilbab (bagi yang biasa berjilbab), sambil rebahan, dan kelakuan tidak patut lainnya.
Hal-hal kecil seperti ini kerap luput dari perhatian para penuntut ilmu. Sekali lagi, belajar di kelas daring bukan hanya soal memenuhi absensi dan lulus ujian dengan kepala kosong. Jika lulus dan gelar menjadi satu-satunya orientasi belajar, maka tidak mengherankan jika banyak pelajar yang menempuh jalan haram dengan menyontek. Lebih-lebih ketika ujian daring, tips-tips menyontek online menjamur di media sosial dan disebarkan secara terang-terangan. Semuanya dapat diakses dengan mudah tanpa pengawasan. Merebaknya video-video jenaka yang menghumorkan pembelajaran daring seperti memalsukan kendala jaringan, menyabotase fitur-fitur aplikasi demi menghindari interaksi di kelas daring, dan semacamnya, hanyalah satu dari sekian polah tak pantas bagi seorang pelajar. Selama iklim pembelajaran daring ini, pelajaran paling penting yang dilalaikan adalah adab, dan nilai paling mahal yang dibenamkan adalah kejujuran.
Nanti ketika pandemi pergi, mudah-mudahan pengalaman pembelajaran daring dapat mengembalikan spirit belajar yang lurus dan menyempurnakan lubang-lubang kealpaan agar pendidikan, pendidik, dan peserta didik benar-benar dapat mewujudkan khitah bangsa dan membangun peradaban melalui pemuda-pemudi berilmu yang terampil dan bermoral terpuji.