Pegawai Federal Muslim AS Dukung Reformasi di Tempat Kerja
IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Masa pemerintahan di bawah Presiden Donald Trump memang telah berlalu. Kendati begitu, pegawai federal Muslim di Amerika Serikat (AS) menyebut reformasi masih diperlukan di lingkungan kerja mereka.
Karena itulah, pegawai federal Muslim yang mengatakan mereka merasa didiskriminasi di bawah pemerintahan Trump mendukung kebijakan federal baru untuk mencegah bias di tempat kerja. Banyak yang mendukung inisiatif baru dari Muslim Amerika di Layanan Publik, yang bertujuan untuk membuat pemerintahan di bawah Joe Biden saat ini mengadopsi langkah-langkah yang mencerminkan kebutuhan Muslim Amerika yang bekerja untuk instansi pemerintah.
Awal tahun ini, Presiden Biden menandatangani Perintah Eksekutif 14035, yang menurut pernyataan Gedung Putih isinya adalah inisiatif luas pemerintah untuk memajukan keragaman, kesetaraan, inklusi, dan aksesibilitas di semua bagian tenaga kerja Federal. Pemerintahan Biden juga telah mengumumkan kebijakan untuk membasmi ekstremis sayap kanan di militer, Departemen Keamanan Dalam Negeri, dan lembaga lainnya.
Di masa Trump, perintah eksekutif yang mencegah warga dari negara-negara mayoritas Muslim tertentu memasuki AS telah menarik perhatian media. Dampaknya, pegawai federal Muslim menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, pelecehan, dan investigasi yang tidak beralasan dari pemerintahan Trump.
"Anda memiliki orang-orang di USAID yang secara terbuka membenci Muslim. Bisakah Anda membayangkan ini ditoleransi jika ini adalah anggota dari kelompok minoritas yang berbeda?" kata Ahmad Maaty, ekonom untuk Departemen Perhubungan dan ketua Muslim Americans in Public Service, dilansir di Religion News Service, Rabu (22/9).
Kelompok Muslim Americans in Public Service (MAPS) didirikan sebagai tanggapan atas perlakuan diskriminasi di tempat kerja kepada pegawai Muslim. Sebuah laporan internal Departemen Luar Negeri yang dirilis pada 2019 menemukan bahwa pemerintahan Trump telah mendiskriminasi seorang diplomat keturunan Iran.
Menurut Maaty, masalah demikian sudah ada sebelum masa pemerintahan Trump. Dalam pemerintahan Obama, staf Departemen Luar Negeri Muslim dilarang menetapkan jadwal formal untuk sholat Jumat, meskipun ruang ibadah tersedia. Kemudian saat Menteri Luar Negeri John Kerry dan pejabat negara lainnya mengadakan banyak acara buka puasa bersama selama Ramadhan, tidak ada karyawan Muslim di departemen tersebut yang diundang.
Demikian pula, dia menunjukkan, sebuah organisasi untuk staf kongres Muslim yang dibentuk setelah pergantian milenium menghadapi pelecehan dan akhirnya dibubarkan. Sedangkan organisasi serupa untuk staf kongres Yahudi masih ada.
Awal tahun ini, pemerintahan Biden membangun kembali Penghubung Muslim-Amerika di Kantor Keterlibatan Publik Gedung Putih, di mana anggota MAPS dapat berbuat lebih banyak untuk menjangkau dan terlibat dengan inisiatif berbasis agama, termasuk yang melibatkan Muslim.
MAPS telah menerbitkan satu set yang terdiri 12 rekomendasi untuk meningkatkan kondisi kerja bagi umat Islam dalam pelayanan publik. Dokumen tersebut juga meminta perhatian pada pengawasan yang dihadapi beberapa organisasi masyarakat sipil Muslim selama dua dekade terakhir dari penegakan hukum, khususnya FBI.
"Beberapa organisasi Muslim ditempatkan dalam 'fase tertunda' selama bertahun-tahun (oleh agensi) tanpa bukti yang jelas terhadap mereka atau jalan lain," kata laporan itu.
Banyak dari pedoman tersebut berfokus pada masalah sumber daya manusia untuk memperjelas prosedur dan memberikan kesempatan bagi karyawan Muslim untuk mengungkapkan keluhan, misalnya, melalui Komisi Kesempatan Kerja Setara AS (U.S. Equal Employment Opportunity Commission/EEOC).
Terlibat dengan EEOC disebut dapat menjadi proses yang menakutkan bagi karyawan federal minoritas manapun. Satu studi data yang dikumpulkan antara 2012 hingga 2016 menemukan bahwa 63 persen karyawan federal yang mengajukan keluhan ke EEOC akhirnya kehilangan pekerjaan.
"Banyak keluarga Muslim ingin anak-anak mereka menjadi dokter, pengacara atau insinyur, tetapi saya pikir salah satu tujuan organisasi kami adalah untuk menunjukkan bahwa karir dalam pelayanan publik dapat terpenuhi dan karir yang dapat mereka kejar tanpa prasangka yang disebabkan oleh iman mereka. Kami ingin mendorong lebih banyak orang Amerika, semua agama, untuk mempertimbangkan layanan publik," kata Maaty.
Maaty percaya Muslim Amerika telah membuat langkah penting dalam beberapa tahun terakhir. Ia juga memuji penunjukan Zahid Quraishi oleh Presiden Biden sebagai hakim federal.
Maaty lantas menyoroti soal kiprah Muslim yang telah bertugas di pemerintah federal sejak abad ke-19 dan jika dinas militer disertakan, sejak Perang Kemerdekaan.
"Yang kami inginkan dari inisiatif ini adalah melihat Muslim diterima di seluruh pemerintah federal dan dapat melayani seperti halnya individu lainnya," tambah Maaty.